Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Menteri energi di ASEAN berkomitmen mengakselerasi konektivitas pasokan energi untuk mendukung ketahanan dan menjamin berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
"Kami akan meningkatkan interkonektivitas melalui saluran pipa gas trans-ASEAN, jaringan pembangkit listrik dan juga komitmen antarpihak lainnya," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat membuka Pertemuan Menteri Energi ASEAN Ke-41 dan Forum Bisnis Energi ASEAN di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.
Menurut dia, konektivitas energi diperlukan untuk menjawab tantangan permintaan energi yang terus meningkat di Asia Tenggara yang rata-rata mencapai tiga persen per tahun sesuai proyeksi Badan Energi Internasional (IEA).
Melalui energi yang saling terkoneksi, lanjut dia, negara-negara di kawasan Asia Tenggara dapat menjamin kebutuhan, keberlanjutan sekaligus ketahanan energi, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi negara di kawasan ASEAN yang dipastikan terus bertumbuh.
Baca juga: Menteri ESDM target turunkan 358 juta ton emisi tercapai di 2023
Adapun laju pertumbuhan di ASEAN mencapai sebesar 4,6 persen pada 2023 berdasarkan proyeksi Bank Pembangunan Asia (ADB).
Menteri ESDM RI menyebutkan konektivitas energi dapat mendukung kawasan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan sesuai dengan komitmen bersama di ASEAN.
"Dalam skenario ambisius di masa depan, dua per tiga dari permintaan energi yang tumbuh itu dapat dicapai dengan energi terbarukan," imbuh Arifin.
Konektivitas energi menjadi salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan gabungan antara unsur pemerintah dan bisnis di kawasan ASEAN selama 24-25 Agustus 2023 di Nusa Dua, Bali.
Pada pertemuan itu juga ditargetkan mencetuskan investasi dan kemitraan khususnya dalam tiga pilar energi di ASEAN yakni keberlanjutan, ketahanan dan konektivitas.
Baca juga: Menteri ESDM: 1.600 lokasi pertambangan ilegal perlu ditertibkan
"Ini akan menuntun pencapaian rencana ASEAN dalam kerja sama energi dan target emisi nol karbon," ujarnya.
Sementara itu, khusus untuk Indonesia, pemerintah memiliki ambisi menurunkan emisi karbon hingga 93 persen pada 2060 menjadi 129,4 juta ton setara CO2 dari perkiraan sekitar 1.927.4 juta ton setara CO2 dari aktivitas bisnis misalnya industri, perumahan, transportasi, komersial hingga pembangkit listrik.
Ada pun strateginya di antaranya elektrifikasi, pengembangan BBM nabati, pensiun dini pembangkit listrik tenaga batu bara, sumber baru energi seperti hidrogen dan amonia, dan efisiensi energi.
Selain itu, teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS).
Berdasarkan kajian IEA dalam laporan bertajuk the IEA’s Energy Sector Roadmap to Net Zero Emissions in Indonesia pada September 2022, Indonesia membutuhkan hampir tiga kali lipat investasi energi pada 2030 yakni tambahan investasi sebesar 8 miliar dolar AS per tahun.