Kuta (Antara Bali) - Penghargaan Universitas Mahendradatta atau Unmar Award 2010 diberikan kepada mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid yang dinilai berjasa besar dalam membangun kerukunan antarumat beragama, sekaligus mempertahankan keutuhan NKRI.
Rektor Universitas Mahendradatta, Dr SG Ngurah Arya Wedhakarna di Kuta, Bali, Minggu menyatakan, almarhum Gus Dur merupakan guru bangsa yang pantas mendapat penghargaan tersebut.
"Gus Dur tidak jauh berbeda dengan ketokohan Soekarno. Karena itu, tidak salah juga jika rakyat Bali memberikan gelar pahlawan nasional kepadanya," ucapnya dalam rangkaian dies natalis ke-47 Universitas Mahendradatta.
Penghargaan pertama yang datang dari kalangan universitas di Indonesia untuk Gus Dur itu diserahkan oleh Rektor Unmar kepada Inayah Wulandari Wahid, mewakili keluarga besar almarhum.
Menurut Arya, meski Soekarno dan Gus Dur sosok pemimpin yang terlahir berbeda di zamannya, tapi keduanya mempunyai pemikiran dan spirit yang sama dalam menegakkan demokrasi di tanah air.
Hal itu, kata Arya, dapat dilihat dari semangat Gus Dur yang selalu membela kaum minoritas, termasuk yang ada di Bali. "Bagi kami rakyat di Bali, Soekarno dan Gus Dur adalah sosok yang diistilahkan dengan Awatara atau orang pintar yang menjadi penyelamat di bumi," katanya.
Di bidang akademika, kata Arya, Soekarno dan Gus Dur sama-sama sebagai imluwan yang masuk ke dalam deretan orang-orang pandai di dunia.
"Soekarno mampu mengantongi 24 gelar doktor honoris causa, demikian juga halnya Gus Dur memiliki 10 gelar yang sama," katanya.
Jika saat ini terjadi tarik menarik cukup kuat soal rencana pemberian gelar kepahlawanan kepada Gus Dur, lanjut Arya, tidak demikian halnya dengan civitas akademika Unmar. "Kami langsung berbuat konkret, tidak ragu dalam memberikan penghargaan kepada almarhum Gus Dur, karena kami merasa jasa beliau demikian besar bagi masyarakat Bali," ucap dia.
Usai mendapat tanda penghargaan Unmar Award, Inayah Wulandari Wahid menyatakan rasa haru dan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat Bali. "Kami sekeluarga yakin bahwa ini semua menjadi bukti dari apa yang sudah dilakukan Gus Dur selama hidupnya," kata putri bungsu Gus Dur ini.
Inayah meyakini, meski saat ini ayahandanya tidak bisa melihat, memandang, mengenang dan menikmati penghargaan yang diberikan, namun penghargaan itu menjadi semacam cambuk bagi diri, keluarga dan seluruh rakyat Indonesia untuk mewarisi dan meneruskan perjuangan Gus Dur.
"Penghargaan ini bukan untuk bapak, tetapi kepada kami yang mewarisi perjuangan bapak. Penghargaan ini bukan untuk pajangan di atas meja, namun untuk mengingatkan kami yang ditinggalkan bahwa perjuangan Gus Dur belum selesai," tandas Inayah yang mengenakan kerudung dibalut baju muslim serba hitam.
Semua itu, kata Inayah, tidak akan berarti apa-apa jika apa yang diperjuangkan Gus Dur tidak dilanjutkan. "Penghargaan ini bisa sia-sia jika kami tidak menghidupkan nilai-nilai dan prinsip yang selama ini ditegakkan Gus Dur, yakni bahwa keberadaan manusia itu sama di mata negara, demokrasi dan keadilan. Pluralisme harus ditegakkan. Ini menjadi PR besar di negara kita," ucapnya. (*)