Singaraja, Bali (ANTARA) - Seorang pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) kuliner di Desa Les, Kabupaten Buleleng, Bali, Gede Yudiawan menjual makanan khas Pulau Dewata yang dimasak tradisional dengan sistem bayar sukarela.
"Kalau tamu jumlahnya satu sampai enam orang, kami sukarela, jadi donasi," kata Gede Yudiawan di Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali, Kamis.
Ia beralasan tidak mematok harga agar pengunjung tidak berekspektasi tinggi namun lebih merasakan pengalaman dan cita rasa makanannya.
Pria tiga anak yang sudah 20 tahun menjadi koki itu mengelola warung Dapur Bali Moela di kampung halamannya yang dibuka sejak pandemi COVID-19 sekitar tahun 2021.
Awalnya dia menjadi juru masak di salah satu restoran di Kuta, Kabupaten Badung namun harus terhenti karena dampak pandemi COVID-19.
Dalam operasionalnya, ia tidak menyajikan daftar menu karena menyesuaikan dengan hasil tangkapan dan bahan bumbu yang tersedia.
Ia juga tidak menampilkan harga makanan yang mayoritas olahan ikan laut di antaranya lawar gurita atau campuran kelapa dan sayuran dan gurita dengan bumbu khas Bali.
Selain itu, ada sate ikan, sate lilit hingga olahan hasil laut lain yang merupakan tangkapan nelayan dan bahan bumbu yang didapatkan dari alam di desa setempat.
"Harus reservasi dulu dan di sini menunya tidak ditentukan. Apa hasil tangkapan hari ini, ada bahan apa, itu yang saya masak, jadi tidak terpaku pada menu," katanya.
Untuk itu, para pengunjung harus melakukan reservasi satu hingga dua hari sebelum hari kedatangan.
Cara masak pun menggunakan tradisional di antaranya menggunakan tunggu memanfaatkan kayu bakar yang didapatkan dari kebun setempat.
Meski cara bayar donasi, namun koki yang juga pemangku atau pemuka agama Hindu dan menjadi pelayan umat di beberapa pura di desa itu mengaku tidak merasa kekurangan.
"Saya ingin merasakan kebebasan berekspresi di dapur, saya masak seadanya, apa adanya, orang juga menghargai seiklasnya," ucapnya.
Dengan konsep secara unik dengan gaya arsitektur Bali Kuno, justru mengundang pengunjung tak hanya dari Bali tapi juga dari luar daerah yang kebetulan sedang berlibur.
Regina, pengunjung dari Denpasar rela menempuh perjalanan selama sekitar tiga jam bersama keluarganya untuk makan di warung tradisional itu.
Ia mengaku tahu lokasi warung tersebut setelah melihat tayangan di media sosial dan anggota keluarganya yang sudah pernah mencicipi makanan di warung tersebut.
"Saking penasarannya soalnya ini unik dan kami sudah pesan dua hari sebelumnya. Makanannya mantul dan mau datang lagi," ucapnya.