Denpasar (ANTARA) - Kantor Kementerian Hukum dan HAM Bali menyerahkan tujuh sertifikat kekayaan intelektual komunal mulai dari ekspresi budaya tradisional, sumber daya genetik hingga kuliner.
“Hak kekayaan intelektual ini menjadi salah satu katalisator pariwisata Bali lebih berkualitas,” kata Kepala Kantor Kementerian Hukum dan HAM Bali Anggiat Napitupulu di sela pembukaan Layanan Keliling Kekayaan Intelektual (MPIC) di Renon, Denpasar, Bali, Jumat.
Sertifikat itu diserahkan langsung oleh Wakil Gubernur Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati kepada para perwakilan tujuh produk budaya, kuliner hingga sumber daya genetik.
Ada pun tujuh kekayaan intelektual komunal itu yakni ekspresi budaya tradisional permainan mejaran-mejaranan dari Kabupaten Buleleng dan ekspresi budaya tradisional Nyakan Diwang (tradisi memasak di luar rumah sehari setelah Hari Raya Nyepi) dari Kabupaten Buleleng.
Baca juga: Tari topeng sidakarya, asal usul dan perkembangan budayanya
Selanjutnya ekspresi budaya tradisional main gatik, ekspresi budaya tradisional Tari Pendet Memendak, dan pengetahuan tradisional Pengalantaka (sistem kalender Bali).
Selain itu, dari bidang kuliner yakni pengetahuan tradisional Blayag Karangasem dan sumber daya genetik ikan mas koki Bali.
Kekayaan intelektual di Bali itu, kata dia, memiliki nilai tambah yang sekaligus menjadi daya tarik pariwisata yaitu merek dagang, merek kolektif, hak cipta, paten, indikasi geografis, ekspresi budaya dan pengetahuan tradisional.
Meski begitu ia mengakui masih banyak potensi di Bali yang bisa didaftarkan baik oleh pelaku UMKM secara perorangan maupun secara komunal atau kolektif.
Baca juga: Mahasiswa STAHN Mpu Kuturan siap pelajari budaya di Amerika Serikat
Untuk itu, pihaknya melakukan jemput bola ke sentra kerajinan dan UMKM di Bali termasuk melalui ajang MPIC itu guna mengajak mereka mendaftarkan kekayaan intelektual agar memberikan nilai tambah dan menghindari pengakuan dari pihak lain.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati menjelaskan tujuh sertifikat ini menambah penerima kekayaan intelektual yang sejak 2019 hingga awal 2023 sudah ada 302 sertifikat di Pulau Dewata, baik perorangan dan komunal.
Sementara itu, salah satu perwakilan penerima sertifikat dari bidang sumber daya genetik ikan mas koki Bali, Wahyu Bramanta mengatakan pendaftaran kekayaan intelektual itu dilakukan agar tidak didahului oleh daerah lain.
“Ikan mas koi Bali ini potensinya besar dan mulai banyak dilirik daerah lain untuk mereka kembangkan,” kata Wahyu yang juga Ketua Asosiasi Ikan Mas Koi Bali.
Dia menjelaskan ikan mas koi Bali memiliki ciri khas yakni sirip dan ekor yang lebih panjang yakni berkisar 1,5-2 kali dari panjang badannya.
Kemudian, mata ikan mas koi Bali, kata dia, juga memiliki mata teleskop atau mata yang menonjol.
Kekhasan itulah yang membuat ikan mas koi tersebut banyak diminati pecinta ikan hias di seluruh Indonesia.
Ia mengharapkan pengakuan sertifikasi itu menyadarkan masyarakat Bali bahwa ikan mas koi Bali tak sekadar untuk hobi namun ada nilai tambah bahkan sumber penghasilan.