Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster menyatakan sependapat dengan pandangan umum dari fraksi-fraksi di DPRD Bali untuk turut berinovasi dan bersinergi soal perlindungan anak melalui edukasi dan mewujudkan perarem (aturan tertulis) di desa adat.
"Kami sependapat untuk mensinergikan hal-hal terkait perlindungan anak melalui edukasi guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap hak-hak anak," kata Koster dalam jawabannya yang dibacakan Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati di Denpasar, Senin.
Pria yang biasa disapa Cok Ace ini menyampaikan hal tersebut saat menyampaikan Jawaban Gubernur Bali terhadap Pandangan Umum Fraksi-Fraksi atas Raperda Provinsi Bali tentang Perubahan atas Perda No 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dalam Sidang Paripurna DPRD Provinsi Bali.
"Selain itu mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak dan mendorong serta bersinergi mewujudkan perarem di desa adat," ujarnya.
Pemerintah Provinsi Bali, lanjut dia, mengapresiasi dukungan terhadap Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Perlindungan terhadap anak dilaksanakan melalui kebijakan, program dan kegiatan untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak, termasuk pemenuhan hak anak sesuai kewenangan sehingga dapat mewujudkan Provinsi Layak Anak," katanya.
Menurut Cok Ace, koordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah dilakukan. Arahan pada saat konsultasi tertuang dalam Pasal 8 Raperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sebelumnya, sejumlah fraksi di DPRD Provinsi Bali mendorong Pemerintah Provinsi Bali dapat memacu atau memotivasi Pemerintah Kabupaten/Pemerintah Kota se-Bali untuk segera mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak yang pada akhirnya dapat mewujudkan Bali sebagai Provinsi Layak Anak.
"Upaya tersebut dapat bersinergi dengan memotivasi dan mengadvokasi desa-desa adat di Bali," kata anggota Fraksi Partai Golkar DPRD Bali I Made Suardana dalam Sidang Paripurna DPRD Bali belum lama ini.
Menurut dia, Perda No 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat memberi ruang inovasi bagi terwujudnya perarem di desa-desa adat.
Keberadaan 1.493 desa adat di Bali perlu didorong untuk mewujudkan perarem dengan sinergi kelembagaan Majelis Desa Adat (MDA), Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Bali dan KPAD Bali.
"Saat ini semakin meningkat kasus pembuangan bayi, kekerasan terhadap anak, baik kekerasan seksual maupun eksploitasi anak serta kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," katanya.
Selain itu ada juga anak-anak usia sekolah menjadi korban kekerasan seksual oleh ayah, kakek, atau kerabat dekat, serta anak-anak yang 'dijual' melalui aplikasi digital yang berimbas pada kondisi fisik dan mental anak.
Sementara itu Fraksi Nasdem, PSI, dan Hanura DPRD Bali berharap upaya perlindungan anak ini tidak dilakukan sporadis. Perlindungan terhadap anak diharapkan tidak dilakukan setelah munculnya sebuah kasus, atau viralnya sebuah peristiwa.
"Sebaik-baiknya adalah memberikan perlindungan terhadap anak sebelum terjadi sebuah peristiwa," kata Grace Anastasia Surya Widjaja membacakan pandangan fraksinya.