Denpasar (Antara Bali) - Perajin pembuat aneka jenis cindera mata berbahan baku kayu di Bali, belakangan ini kurang menerima pesanan dari pasar ekspor, sehingga mereka banyak yang kembali ke profesi lama sebagai petani atau tukang bangunan.
Kurangnya permintaan aneka barang kerajinan dari pasar antarbangsa menyebabkan banyak perajin kembali menjadi petani atau tukang bangunan dengan mendapatkan upah secara pasti, kata Made Bayu asal Gianyar, Sabtu.
Pesanan aneka barang kerajinan berbahan baku kayu dirasakan semakin berkurang dari mitra kerjanya di luar negeri mengakibatkan realisasi ekspor menurun dan secara otomatis perajin banyak yang nganggur.
Menyikapi kondisi tersebut banyak perajin kembali menggarap lahan pertanian maupun menjadi tukang bangunan dengan upah antara Rp50.000-Rp60.000 per hari, dan tenaga jenis ini banyak diperlukan di kawasan Ubud.
Ia mengatakan, di Desa Keliki, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, dulunya hampir 80 persen pekerja menjadi perajin aneka barang berbahan baku kayu untuk dijadikan komoditas ekspor, dan ekonomi masyarakat tumbuh pesat.
Namun sekarang, mereka yang masih menggeluti seni kerajinan itu bisa dihitung dengan jari, akibat kayu albasia yang selama ini dijadikan bahan baku kerajinan harganya semakin mahal, tutur Made Bayu.
Melambungnya harga kayu albasia yakni mencapai Rp4 juta per pohon, menyebabkan di satu sisi sejumlah pengrajin kayu menjerit, namun di sisi lain memberikan keuntungan besar bagi para petani untuk menanam pohon tersebut terutama di Kabupaten Bangli .
Oleh sebab itu, sejak beberapa tahun terakhir petani di daerah ini dan beberapa daerah lainnya, termasuk Gianyar, banyak yang menanam pohon albasia di tegalan miliknya. Hingga saat ini, diperkirakan mencapai jutaan pohon albasia tumbuh di daerah berhawa sejuk itu. (*/T007)
Perajin Bali Kembali Jadi Petani dan Buruh
Sabtu, 24 November 2012 9:11 WIB