Gianyar (ANTARA) - Pengusaha yang juga eksportir kerajinan kayu dari Desa Mas, Kabupaten Gianyar, Bali, menghadapi tantangan keterbatasan jumlah perajin atau sumber daya manusia, di tengah permintaan ekspor yang tetap bergeliat.
"Tantangan kami saat ini kesulitan mendapatkan perajin karena ada yang sudah telanjur bekerja menjadi tukang bangunan. Generasi muda juga mulai tidak suka bekerja menjadi pemahat dan beralih ke profesi lain," kata eksportir yang juga pemilik CV Ari Bali Ni Made Rai Sukmawati di Gianyar, Senin.
Menurut Rai yang didampingi suaminya Wayan Gede Arsania, banyaknya perajin yang beralih ke profesi lain, mulai terjadi saat pandemi COVID-19 karena turunnya permintaan ekspor. Padahal setelah pandemi COVID-19, permintaan sudah kembali tinggi.
Rai yang sudah memulai usaha sejak 1988 tersebut menyampaikan, perajin yang digandeng untuk memproduksi dibagi dalam kelompok-kelompok dan mereka memproduksi di tempatnya masing-masing.
"Sebelumnya untuk kelompok yang membuat kerajinan berbentuk binatang jumlahnya ratusan tetapi sekarang jumlahnya sudah jauh berkurang. Ada juga yang satu rumah sebelumnya 20 orang tenaga kerja, sedangkan sekarang paling sisa 5-6 orang," ucapnya saat menerima kunjungan anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika itu.
Oleh karena itu, ujar Rai, kini upaya untuk menyiasati permintaan ekspor yang tetap tinggi, pihaknya meminta waktu yang lebih lama. Dulu untuk pesanan satu kontainer membutuhkan waktu 45 hari, tetapi sekarang ini, pihaknya meminta waktu antara 2-3 bulan.
Ekspor kerajinan kayu di antaranya tertuju ke Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Brasil, Ceko, Rusia, dan Republik Dominika.
Ia menuturkan, sebelum pandemi COVID-19, pihaknya setiap bulan bisa mengekspor produk kerajinan hingga dua kontainer ukuran 40 feet atau setara dengan kapasitas lima truk. Namun saat pandemi permintaan turun sampai 70 persen sehingga saat itu pekerja banyak yang beralih menjadi tukang bangunan, penjaga toko ataupun bekerja di hotel.
Menanggapi kondisi tersebut, anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengatakan perlu ada terobosan untuk menarik minat anak muda mau bekerja di sektor kerajinan ini. Di antaranya melalui pelatihan-pelatihan dan juga pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan agar produk yang dihasilkan masih tetap diminati pasar.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu berpandangan masalah SDM harus mendapat perhatian serius karena kalau tidak diantisipasi, lama-lama bisa terjadi krisis seniman atau SDM di sektor kerajinan.
"Lama-lama bisa kehabisan SDM karena tarikan bidang lain yang lebih besar seperti pariwisata yang dipandang gengsinya lebih tinggi. Demikian pula karena ketersediaan lapangan kerja yang semakin luas serta masuknya teknologi. Padahal, nilai pekerjaan di bidang seni dan kerajinan ini lebih tinggi," ucapnya.
Dengan melihat potensi pasar ekspor yang begitu bagus, diharapkan pengusaha Bali bisa menjaga SDM dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang disesuaikan pula dengan selera pasar. Selain itu pemerintah dapat memfasilitasi pameran ke luar negeri.
"Konsumen sekarang cenderung butuh produk kerajinan yang relatif kecil karena rumah mereka sekarang kecil-kecil, jadi perlu benda yang kecil pula," kata Pastika.
Sedangkan Wayan Gede Arsania berharap pemerintah dapat mendukung pelaksanaan pameran sehingga bisa lebih sesuai antara permintaan dan suplai.
"Apa kebutuhan dan tren pasar bisa dilihat melalui pameran. Melalui pameran dapat disurvei apa yang laku di sana," kata pria yang juga memiliki usaha rumah sakit itu.
Menurut dia, tren kerajinan yang disukai wisatawan sekarang adalah yang mudah dibawa dan sesuai budaya mereka serta untuk kebutuhan sehari-hari seperti dekorasi rumah tangga. Selain itu pasar ekspor lebih suka produk yang natural dan daur ulang misalnya kayunya itu berasal dari sampah-sampah laut.
Pengusaha kerajinan kayu di Bali hadapi keterbatasan SDM
Selasa, 16 April 2024 2:34 WIB