Nusa Dua (Antara Bali) - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menilai konsep kehidupan masyarakat "Tri Hita Karana" sangat relevan dalam mengatasi konflik antarmanusia yang terjadi di dunia karena kesalahpahaman dalam memandang setiap persoalan baik dari segi agama maupun kebudayaan.
"Perbedaan bagi masyarakat Bali tidak selalu berarti ketidaksamaan, tetapi perbedaan dapat dilihat sebagai suatu kekayaan bangsa. Konsep kehidupan itu saat ini masih dipandang relevan sebagai salah satu upaya tangani konflik," kata Made Mangku Pastika kepada para delegasi Dialog Antaragama Parlemen Internasional di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Kamis.
"Tri Hita Karana" menandakan adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan atau "Parahyangan", antara manusia dengan manusia atau "Pawongan", dan manusia dengan lingkungan atau "Palemahan".
Atas dasar konsep itu, ia menilai telah menjadi landasan kerukunan hidup di Pulau Dewata dengan lebih dari 3,8 juta penduduknya.
Mayoritas dari penduduk itu merupakan pemeluk agama Hindu dan sisanya merupakan pemeluk agama Kristen Katolik, Protestan, Islam, dan Budha.
Selain agama dan keyakinan yang berbeda, penduduk Bali juga terdiri dari orang-orang dari berbagai suku dan daerah di antaranya Jawa, Sumatera, Ambon, dan Nusa Tenggara.
Pastika mengharapkan berkumpulnya para anggota parlemen dari 12 negara di dunia yang mendiskusikan berbagai tema yang berkaitan dengan kerja sama antaraagama dan kebudayaan di Pulau Dewata bisa dijadikan momentum untuk penyeragaman pemahanan mengenai kehidupan beragama.(DWA)
Tri Hita Karana Relevan Atasi Konflik Dunia
Kamis, 22 November 2012 12:17 WIB