Denpasar (ANTARA) -
Pertunjukan Orkestra Semesta bertajuk “Ghurnita Samudra Murti” membangkitkan dukungan terhadap pelestarian budaya dan kepedulian mengenai pelestarian ekosistem laut.
Pertunjukan kolaboratif antara Gamelan Yugananda, Bumi Bajra, Ayu Laksmi, Alien Child, dan Wayang Sunar di Halaman Pura Dalem Ketewel, Gianyar tersebut ditampilkan atas kerja sama PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) dengan Yayasan Puri Kauhan Ubud.
"Dukungan Pupuk Kaltim pada kegiatan ini sebagai gerakan budaya untuk melestarikan lingkungan utamanya air sebagai sumber kehidupan karena apabila air tidak dijaga, maka kelangsungan kehidupan juga terancam. Dengan gerakan budaya untuk mendukung lingkungan ini perlu dikuatkan dan diadakan di banyak tempat," ujar Direktur Utama Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Denpasar, Bali, Minggu.
Pentas seni tersebut mengambil inspirasi dari mitologi Nangluk Merana dengan memberi pesan bahwa laut adalah sumber kehidupan bagi seluruh masyarakat, bukan saja nelayan dilihat dari laut yang menyediakan sumber ekonomi, pangan, dan juga peran penting terhadap ketahanan iklim.
Rahmat mengatakan kegiatan tersebut merupakan langkah aktif Pupuk Kaltim sebagai BUMN yang harus memberikan kontribusi positif kepada negara. Di samping itu, menjaga lingkungan merupakan kewajiban bersama dan komitmen perusahaan dalam menjalankan prinsip industri hijau berbasis environment, social and governance (ESG) secara berkesinambungan.
“Melestarikan air ini sama dengan melestarikan kehidupan. Melalui penampilan tadi, seluruh generasi utamanya generasi muda dapat diajari untuk melindungi lingkungan. Fungsi gunung, air sungai, dan laut dapat dipahami dengan seksama,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud Ari Dwipayana mengungkapkan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut agar laut memberikan manfaat dan sumber kehidupan masyarakat.
Ekosistem laut, kata dia, seperti contohnya pantai yang tidak dijaga, bahkan praktik pembabatan hutan mangrove hanya demi pembangunan tempat untuk menikmati sunset atau sunrise dapat membuat laut menjadi sumber bencana bagi masyarakat.
Baca juga: Yayasan Puri Kauhan Ubud tanam 1.000 pohon di Pantai Ketewel
“Laut sangat penting terhadap sistem kepercayaan dan kehidupan masyarakat Bali. Laut punya dua wajah 'Buto' dan 'Dewa'. Dalam wajah 'buto' ini seperti penderitaan yang disebabkan wabah, bencana, dan lain-lain itu bersumber dari laut. Sementara itu, wajah dewa laut itu dilihat bahwa sumber kehidupan itu ada di dalam dasar samudranya laut,” kata Ari.
Namun demikian, kata Ari, saat ini laut sedang terancam di mana terumbu karang yang melindungi masyarakat selama jutaan tahun sudah rusak dijarah, juga hutan mangrove yang sudah banyak dibabat demi mendapatkan tempat untuk menikmati sunset atau sunrise. Bahkan, laut telah menjadi tempat pembuangan sampah raksasa.
Oleh karena itu, tidak mengherankan di Bali dalam beberapa waktu belakangan terjadi banjir bandang. Hal itu, menurut Ari, menunjukkan bahwa ada yang salah dalam pengelolaan sistem lingkungan saat ini.
“Maka dari itu kami memantapkan diri, dan mengajak semua pihak untuk menjaga air dari hulu ke hilir yang merupakan warisan dari leluhur kita. Kerusakan satu sisi saja akan berdampak pada sisi yang lain baik di hulu, tengah maupun hilir. Di hilir seperti saat ini, kami coba berkegiatan untuk mendorong upaya memperkuat ekonomi pesisir, ajakan menjaga ekologi pesisir, dan membangkitkan budaya pesisir dengan pagelaran seni,” kata Ari.
Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki yang turut hadir dalam pertunjukan tersebut menyatakan masalah lingkungan terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia.
"Upaya-upaya penyadaran dalam pelestarian lingkungan perlu terus dilakukan dengan memaksimalkan potensi alam Indonesia untuk menghidupi masyarakat lokal," katanya.