Singaraja, Buleleng (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng, Bali, melalui Dinas Kebudayaan setempat mengadakan lomba membuat wayang dan "palawakya" untuk generasi muda dalam upaya melestarikan warisan seni dan budaya menjelang perhelatan G20 di Pulau Dewata.
"Kegiatan lomba kali ini menyasar generasi muda sebagai penerus seniman dan budayawan Buleleng," kata Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika, di Singaraja, Buleleng, Senin.
Menurut dia, minat generasi muda untuk menekuni bidang pewayangan, khususnya membuat wayang sudah sangat jarang ditemui. Oleh karena itu, pihaknya secara berkelanjutan melakukan sosialisasi dan hari ini dilangsungkan perlombaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan dan antusiasme generasi muda.
"Kami ingin penguatan dan pengenalan kembali warisan budaya yang kita miliki kepada generasi muda. Selama ini warisan budaya yang berupa adat tradisi seperti membuat wayang dan palawakya ini sudah mulai tergerus zaman," katanya.
Baca juga: Penjabat Bupati Buleleng prioritaskan akses jalan bagi petani
Wisandika menyampaikan bahwa perlombaan melibatkan perwakilan masing-masing kecamatan di kabupaten ujung utara Pulau Dewata tersebut.
Lomba membuat wayang melibatkan pemuda dan pemudi usia 15-25 tahun dengan jumlah setiap perwakilan kecamatan sebanyak enam orang, sedangkan pada lomba Palawakya diikuti oleh dua pasang peserta dengan usia rata-rata 13-20 tahun masing-masing kecamatan.
Ia menambahkan, pada perlombaan membuat wayang, seluruh peserta diwajibkan membuat wayang dengan tokoh Bima versi Buleleng dengan bahan dan peralatan yang disediakan oleh panitia.
Salah satu dewan juri I Ketut Supir yang juga dosen Seni Rupa Undiksha Singaraja menjelaskan, ketentuan lomba membuat wayang Bima dengan gaya Buleleng itu adalah hal utama dalam penilaian, kendati karakter Bima dalam agama Hindu itu adalah satu seluruh Bali.
Baca juga: Pemkab Buleleng olah lahan tidur jadi kebun sayur organik
"Secara geografis budaya, Buleleng dan Bali Selatan memiliki karakteristik yang berbeda walaupun berpayung pada agama Hindu. Tapi itulah kreativitas, perbedaan wayang Buleleng terletak pada aspek pakaian. Jika kita bandingkan langsung baru terlihat jelas," kata Ketut Supir.
Menurut dia, perlombaan wayang kepada generasi muda ini adalah untuk mewariskan sesuatu yang berbeda dan kreatif sebagai penjaga budaya ke depan.
Dia menginginkan generasi muda Buleleng mengetahui dengan baik bagaimana pakem-pakem Buleleng. Generasi muda Buleleng harus berkembang dengan caranya sendiri tanpa melepas pakem yang ada.
Salah satu peserta dari perwakilan Kecamatan Sukasada, Ni Wayan Sudiarini mengaku senang dan merasa tertantang bersaing dengan peserta laki-laki lainnya dalam perlombaan membuat wayang kali ini.
Kecintaannya kepada wayang berawal dari hobi menggambar kemudian mengembangkan hobi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Candimas Pancasari melalui ekstrakurikuler. Wayan Sudiarini yakin mampu bersaing dengan peserta lainnya untuk meraih juara.