Denpasar (ANTARA) - Sejumlah petani Bali yang tergabung dalam Asosiasi Simantri Bali mengeluhkan belum punya izin edar untuk tender pengadaan dan memasok pupuk organik bersubsidi.
"Kami belum bisa ikut tender pengadaan karena terbentur izin edar. Untuk bisa menjadi peserta pengadaan pupuk organik bersubsidi, harus ada izin edarnya," kata Ketua Asosiasi Simantri Bali I Gusti Ketut Susilabawa di Denpasar, Selasa.
Susilabawa bersama sejumlah anggota Asosiasi Simantri Bali menyampaikan kesulitan dapat izin edar saat dialog dengan Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika bertajuk "Peran Simantri dalam Upaya Menjaga Ketahanan Pangan".
"Kami sudah terlanjur memproduksi pupuk banyak, tetapi izin edar dari Kementerian Pertanian belum turun sampai sekarang. Takutnya akhir Juli ini sudah diputuskan anggaran untuk pengadaan tersebut, sehingga para petani menjadi kehilangan kesempatan," ujarnya bersama perwakilan petani dari sembilan kabupaten/kota di Bali itu.
Baca juga: Bali jadi percontohan pertama implementasi aplikasi Rekan untuk penebusan pupuk bersubsidi
Menurut dia, izin edar tak hanya diperlukan untuk bisa turut serta sebagai penyedia pupuk organik bersubsidi, termasuk juga untuk menjual pupuk organik ke stan-stan penjual tanaman.
Ada sejumlah petani yang sebelumnya sempat mencoba menjual pupuk organik ke pedagang tanaman, malah justru harus berhadapan dengan kepolisian.
Oleh karena itu, pihaknya ingin anggota DPD Made Mangku Pastika agar dapat memfasilitasi agar izin edar dari Kementerian Pertanian bisa segera turun.
Menurut Susilabawa, dokumen-dokumen persyaratan yang diperlukan untuk pengurusan izin edar tersebut sebelumnya telah dikirimkan ke pihak Kementerian Pertanian pada akhir 2021.
Baca juga: Bupati Buleleng: Pupuk cair organik naikkan produksi pertanian
Dalam kesempatan itu, ia juga menyinggung mengenai gabungan kelompok petani (gapoktan) penerima bantuan program Simantri yang kini bagaikan ayam kehilangan induknya karena sudah tak ada lagi pendampingan.
"Dulu dengan adanya Simantri kami merasakan sekali manfaatnya, banyak yang bisa diperoleh. Tak hanya dari memelihara sapi, tetapi juga pendapatan kotoran yang diolah menjadi pupuk organik, apalagi dulu ada subsidi pupuk dari pemerintah," ujarnya menambahkan.
Pendapatan petani saat Simantri masih aktif bisa meningkat hingga di atas 50 persen. Dari penjualan pupuk organik saja dalam sebulan bisa diperoleh hingga Rp5 juta.
Sekretaris Asosiasi Simantri Bali Dewa Putu Buda menambahkan, pupuk organik produksi Simantri sebelumnya juga sudah dilakukan proses verifikasi uji mutu dan uji efektivitas, serta dinyatakan lolos verifikasi pada tahun 2020 dan 2021.
"Untuk memproduksi pupuk organik, kami juga memberdayakan masyarakat yang kena PHK akibat pandemi COVID-19," ucapnya.
Baca juga: HKTI Bali imbau petani kurangi pupuk kimia
Tetapi kini setelah produksi pupuk organik banyak, bahkan hingga ratusan ton untuk satu Simantri, ternyata izin edar dari Kementerian Pertanian belum turun-turun juga.
Menanggapi penyampaian aspirasi tersebut, anggota DPD Made Mangku Pastika berjanji akan memperjuangkan ke Kementerian Pertanian.
Pastika mengatakan program Simantri yang digulirkan ketika dia menjabat sebagai Gubernur Bali memang tujuan utamanya tidak sekadar untuk memelihara sapi.
"Namun untuk menjadikan Bali Pulau Organik, Bali yang lestari dengan penggunaan pupuk organik yang meluas. Bahkan saya dulu berani memberikan subsidi pembelian pupuk organik hingga Rp10 miliar setahun," ucap anggota Komite 2 DPD itu.
Baca juga: Pupuk Indonesia perketat distribusi pupuk subsidi
Simantri yang telah terbentuk hingga 800 unit hingga tahun 2018 itu, kata Pastika, ide awalnya juga sebagai demplot atau percontohan untuk lebih mensejahterakan petani sehingga nantinya dapat diikuti masyarakat
Di tengah kondisi yang tak ada lagi pendampingan dari pemda, ia mengusulkan unit Simantri dapat bekerja sama dengan pihak perguruan tinggi dan menjadikan Simantri sebagai salah satu laboratorium praktik bagi mahasiswa.