Jakarta (ANTARA) - Para delegasi G20 menyepakati untuk menciptakan iklim pariwisata berkelanjutan dengan menghadirkan antara lain pembiayaan internasional dalam upaya transformasi menuju iklim tersebut sehingga sektor pariwisata dapat berkontribusi lebih meningkatkan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, serta kelestarian alam.
Hal ini disampaikan dalam Tourism Working Group (TWG) 1 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, yang membahas tentang aksi iklim pariwisata, konservasi keanekaragaman hayati, dan ekonomi sirkular untuk menuju pariwisata hijau dan berkelanjutan.
“Pandemi COVID-19 telah meningkatkan kesadaran masyarakat global akan pentingnya menumbuhkan aksi iklim atau lingkungan pariwisata yang sehat, mengembangkan ekonomi sirkular, serta peningkatan konservasi keanekaragaman hayati guna menjaga kelestarian bumi,” ungkap Chair of Tourism Working Group Frans Teguh dalam keterangan resmi, Jakarta, Rabu (11/5).
Menurut dia, keberhasilan pariwisata tak hanya diukur dalam jumlah pengunjung saja, tetapi juga berfokus pada dampak positif yang bisa diberikan sektor tersebut terhadap peningkatan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian alam.
Baca juga: Pemkab Buleleng-STAHN Mpu Kuturan gencarkan penyelamatan lingkungan jelang G20
Berdasarkan penelitian World Tourism Organization (UNWTO) di bulan Desember 2019, lanjutnya, sektor pariwisata diperkirakan bakal meningkatkan emisi karbon sekitar 25 persen pada tahun 2030. Karena itu, para delegasi sepakat untuk mengatasi hal tersebut melalui pendanaan guna menciptakan iklim pariwisata berkelanjutan.
“Pengurangan emisi karbon di sektor pariwisata memerlukan pembiayaan untuk mendukung transformasi menuju pariwisata yang lebih berkelanjutan. Termasuk dengan mempertimbangkan kemungkinan pembentukan dana internasional untuk menetralisir iklim dalam sektor pariwisata,” ujar Frans.
Melalui pembiayaan ini dinilai juga dapat meningkatkan kuantitas transportasi rendah karbon di sektor pariwisata yang akan berdampak positif terhadap kelestarian alam dan dapat dirasakan secara jangka panjang oleh masyarakat.
“Infrastruktur yang lebih hijau di bidang pariwisata adalah kunci ketahanan sektor pariwisata itu sendiri. Kebutuhan untuk mengubah operasi pariwisata untuk aksi iklim terus menjadi yang paling penting bagi sektor pariwisata untuk tetap sejalan dengan tujuan global dalam mengurangi emisi karbon,” kata dia.
Baca juga: Yayasan Puri Kauhan Ubud Bali bersihkan sampah area Danau Batur jelang G20
Para delegasi G20 disebut menekankan pula terkait urgensi transparansi dampak lingkungan yang lebih baik di sektor pariwisata, terutama dalam hal pemantauan jejak karbon di sektor tersebut.
Frans mengajak para delegasi mendorong lebih banyak pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) untuk turut serta dalam Deklarasi Glasgow Pariwisata, yakni komitmen sukarela secara global guna mengurangi separuh emisi pada tahun 2030 dan mencapai nol bersih paling lambat pada tahun 2050.
“Mengatasi polusi plastik juga dapat menjadi catalyser for circularity dalam pariwisata. Di luar mengurangi sampah laut, juga berkontribusi pada pelestarian daya tarik wisata yang diiringi dengan penciptaan lapangan yang semakin luas,” ucapnya.
Pemulihan ekonomi
Menurut Frans Teguh, kebijakan, tata kelola, dan investasi berkelanjutan di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) berperan penting dalam upaya pemulihan ekonomi global yang tangguh dan inklusif.
Penguatan kolaborasi multi-sektoral untuk mendukung ketiga hal penting tersebut dinilai sangat penting dalam transformasi menuju pariwisata yang tangguh dan berkelanjutan.
Lebih lanjut, beberapa hal yang dibahas dalam sesi itu antara lain penguatan dukungan investasi di sektor pariwisata melalui perbankan dan lembaga keuangan internasional.
Baca juga: Pecalang pun "ikut" (jaga stabilitas) KTT G20 di Bali
Selain itu juga menekankan untuk melakukan peningkatan kerja sama internasional di sektor pariwisata, khususnya dalam mendukung pemulihan dari COVID-19 melalui pelbagai program yang mendukung pengembangan masyarakat inklusif melalui pariwisata.
“Dalam hal meningkatkan investasi, sangat penting untuk berkolaborasi dengan sektor swasta. Dan harus dipastikan bahwa investasi dalam pariwisata adalah investasi inklusif yang memberikan manfaat spillover kepada masyarakat lokal dan adat,” ungkap Frans.
Menurut dia, pariwisata merupakan bagian integral dalam kebijakan nasional, termasuk di saat krisis. Karena itu, sektor tersebut perlu dijaga sebagai prioritas penting dalam koordinasi antar lembaga.
“Hasil diskusi isu kebijakan, tata kelola, dan investasi pada sektor pariwisata dan ekonomi kreatif akan dilanjutkan pada sesi Ministerial Meeting dan Tourism Working Group yang kedua di Bali,” ucapnya.
Untuk diketahui, isu kebijakan, tata kelola, dan investasi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif adalah salah satu isu prioritas dalam lima pilar aksi (line of actions) agenda Presidensi TWG G20 Indonesia.