Nusa Dua (Antara Bali) - Peredaran minuman keras di Bali cukup tinggi bahkan jumlah pengecer yang memperdagagangkan minuman berkadar alkohol itu menempati peringkat tertinggi di Indonesia.
Sebagai pulau tujuan pariwisata dunia, Bali rupanya dimanfaatkan oleh para pebisnis yang ingin mendulang uang dari penjualan minuman beralkohol atau mikol. Tak heran jika di tempat-tempat hiburan, hotel, restauran, bar, supermarket dan lainnya, diketahui menyediakan minuman keras.
"Sejalan dengan itu, ada kecenderungan peningkatan jumlah orang yang mengajukan izin untuk memperdagangkan minuman keras," ujar Kepala Seksi Pabean dan Cukai, Kantor Bea Cukai Ngurah Rai Denpasar, Kuswanto, di sela-sela sosialisasi perizinan mikol kepada para anggota Bali Hotels Association (BHA) di Nusa Dua, Bali, Senin.
Dibanding tahun 2008 lalu, jumlah orang atau badan usaha yang mengajukan izin untuk memperdagangkan mikol tahun ini, mengalami peningkatan cukup signifikan yakni dari sekitar 60 menjadi 250.
"Kami sudah selesaikan 150 buah perizinan, dan 100 lainnya masih dalam proses dan segera akan dikeluarkan," ujar Kuswanto.
Peningkatan tersebut, menurut dia cukup positif karena ini menunjukkan adanya kesadaran dan itikad baik dari para pengecer mikol untuk melengkapi diri dengan izin seperti yang dipersyaratkan.
"Kami persilakan kepada pihak yang akan menjual mikol segera mengurus izin, yakni untuk mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) ke kantor Bea Cukai setempat. Untuk pesyaratannya, relatif mudah dan simpel," katanya.
Dalam tempo 30 hari, pengajuan izin tersebut langsung diproses oleh pihak Bea Cukai. Setelah izin keluar, para pedagang bisa menjual minuman keras tanpa khawatir dikenai sanksi.
Kuswanto menyebutkan, saat ini Jakarta masih menduduki tingkat tertinggi dalam mengkonsumsi minuman keras di Indonesia, disusul Bali sebagai pasar terbesar kedua yang mengkonsumsi miras.
Hanya saja, kata dia, meskipun tingkat konsumsinya masih di bawah Jakarta, namun yang cukup mencengangkan ternyata jumlah pengecer mikol di Bali menempati peringkat tertinggi di Indonesia.
"Jika di Jakarta sebagai ibukota negara pola konsumsi relatif terpusat, berbeda dengan di Bali yang cukup menyebar ke sentra-sentra pariwisata, sehingga jumlah pengecer pun tersebar di banyak tempat," ucapnya.
Sayangnya, Kuswanto mengaku tidak memegang datanya secara lengkap. Namun ditegaskan bahwa jumlah pengecer minuman keras di Bali cukup besar, yang antara lain disebabkan karena Bali dikenal daerah pariwisata dunia, di mana para turis asing sebagai pengkonsumsi terbesar mikol di Pulau Dewata.
Untuk itu, kata dia, pihaknya terus melakukan sosialisasi perizinan mikol, dengan harapan perorangan atau badan usaha yang tergerak melakukan penjualan minuman berkadar alkohol itu dapat mengajukan izin, serta nenghindarkan diri dari penjualan minuman keras ilegal atau yang tidak memiliki pita cukai. (*)