Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyerukan untuk membangun budaya anti korupsi.
Mahfud MD dalam keterangannya di Jakarta Senin, mengajak seluruh aparat penegak hukum (APH) untuk serius melakukan langkah-langkah pencegahan dan penegakan hukum terhadap perilaku korupsi, guna mendukung penguatan budaya anti korupsi, seperti yang menjadi tema dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) 2021 ini.
Hal itu disampaikan Mahfud ketika menjadi pembicara kunci pada rapat kordinasi untuk "Mewujudkan Sinergi Antar-Aparat Penegak Hukum dan Instansi Terkait" yang diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita tidak boleh membiarkan berkembangnya pendapat bahwa korupsi adalah bagian dari budaya," kata Mahfud.
Baca juga: Panglima TNI sambangi Menko Polhukam bahas solusi Papua
Pendapat itu tak bisa diterima berbahaya karena pendapat itu memberikan arti bangsa yang fatalis dan menyerah.
Alasannya bahwa budaya adalah nilai-nilai yang dianut oleh Bangsa Indonesia sejak lama, secara turun temurun dan tak mudah dihilangkan.
"Padahal korupsi itu adalah kejahatan, bukan budaya. Budaya kita adalah budaya adiluhung yang sangat anti korupsi. Oleh sebab itu mari kita bangun budaya anti korupsi, jangan permisif terhadap segala bentuk korupsi atas nama budaya", katanya.
Mahfud MD mengatakan bahwa era reformasi sejatinya adalah era anti korupsi. Sejak awal reformasi Indonesia telah berusaha kuat membangun tiga subsistem untuk pembangunan hukum guna memerangi korupsi.Hal itu mengacu pada teori sistem pembangunan hukum dari Friedman.
Tiga subsistem tersebut yakni membangun isi aturan hukum (legal substance), membangun struktur lembaga-lembaga hukum (legal structure), dan membangun budaya hukum (legal culture).
Mahfud mengatakan untuk pembangunan isi aturan hukum (legal substance), sudah banyak undang-undang yang dibuat. Untuk pembangunan struktur hukum, Indonesia sudah banyak membuat lembaga seperti membentuk KPK, KY, MK, PPATK, dan lain-lain.
Namun dalam hal pembangunan budaya hukum terutama budaya anti korupsi, Mahfud MD menilai sisi tersebut masih agak kedodoran.
Mahfud mengatakan budaya korupsi tumbuh karena korupsi itu bukan budaya melainkan kejahatan dan hal itu tidak boleh dibiarkan juga dipercaya. Yang harus dibangun menurut dia adalah budaya anti korupsi.
Baca juga: Mahfud: kemerdekaan pers pascareformasi miliki landasan kuat
Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun ini bertema "Satu Padu Membangun Budaya Anti Korupsi".
"Jadi klop, mari kita pupuk budaya anti korupsi," kata Mahfud MD.
Hadir pada acara tersebut Wakil Ketua KPK Nurul Gufron yang sekaligus membuka acara, Kapolda Riau, Irjen Pol Agung Setia Imam Effendi sebagai tuan rumah, dan pejabat-pejabat teras dari Kejaksaan Agung, PPATK, BPKP, Bereskrim Polri, dan lain-lain.
Menko Polhukam juga menegaskan bahwa budaya anti korupsi harus dibangun, bukan hanya patuh kepada hukum tapi juga dengan takut pada aturan di luar hukum. Tepatnya, kata dia berpegang teguh pada ajaran agama masing-masing yang melarang dan mengacam orang korupsi.
“Budaya anti korupsi harus dibangun melalui pemahaman dan penghayatan yang utuh terhadap Pancasila," ucapnya.
Pesan-pesan moral yang bersumber dari kearifan lokal Bangsa Indonesia, beragam, rukun, tidak suka mencuri, tolong menolong merupakan budaya bangsa ini.
"Kalau melanggar hukum dipenjara, makan dari budaya ini kalau korupsi itu dosa, atau mendapat karma, balasan di dunia. Berbuat jahat pasti akan mendapat balasannya dari Tuhan Yang Maha Kuasa, entah dengan cara apa," ucapnya.
Pada kesempatan sia juga mengapresiasi kinerja KPK yang telah mengalami banyak peningkatan. Pada 2020 KPK menyetor Rp120,3 miliar ke kas negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP), menyelamatkan potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp592,4 triliun dari upaya pemulihan, penertiban dan optimalisasi aset.
KPK juga menerima 1.748 laporan gratifikasi dengan total nominal Rp24,4 miliar, serta di bidang Penindakan, telah menetapkan 109 tersangka dari 91 penyidikan kasus, meliputi swasta, politikus, pegawai BUMN, pejabat eselon, kepala daerah, dan pimpinan kementerian/lembaga, dan lainnya.