"Laporan dan aduan kami kepada pihak terkait tidak ada tanggapan. Padahal masyarakat Hindu Bali menghormati monyet-monyet ekor panjang ini. Seperti di Sangeh, Monkey Forest, Uluwatu, Alas Kedaton dan Pura Pulaki. Kami berharap Pemprov Bali melalui Dinas Peternakan, Pemkot Denpasar dan tentunya Balai Karantina Denpasar bisa menghentikan perdagangan monyet ekor panjang di pasar burung," kata Pendiri JAAN Divisi Satwa Liar Femke Den Haas dalam siaran persnya di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan di Bali masih ditemukan banyak penjual bayi-bayi monyet ekor panjang di Pasar Burung Satria, Denpasar. Kata dia, ada dua lapak penjual monyet ekor panjang di pasar itu dan monyet-monyet ini rata-rata berusia sangat muda.
"Dari pengakuan seorang pedagang di sana, monyet ini didatangkan hampir setiap bulan dari Sumatera. Tentu saja hal ini ilegal, karena memasukkan hewan penular rabies (HPR) ke dalam Pulau Bali dilarang, mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian RI No.1696/2008, tentang larangan memasukkan anjing, kucing, kera dan sebangsanya ke Provinsi Bali," ucapnya.
Baca juga: BKSDA Bali dorong lahirnya Perda terkait masalah jual beli bayi kera
Baca juga: BKSDA Bali dorong lahirnya Perda terkait masalah jual beli bayi kera
Selain itu, penjualan hewan primata di pasar burung berpotensi besar melanggar KUHP Pasal 302 tentang penyiksaan hewan, UU No.18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan dan PP No.95 Tahun 2012 tentang kesehatan masyarakat veterniner dan kesejahteraan hewan.
Dikatakannya, cara memperoleh dan mengangkut monyet-monyet ini juga melanggar Peraturan Menteri Kehutanan No. P-63/Menhut-II/2013, tentang tata cara pengambilan spesimen tumbuhan dan satwa liar.
"Masih maraknya penjualan bayi monyet di pasar burung diduga karena banyaknya peminatnya. Kebanyakan pembelinya turis yang merasa kasian kemudian membelinya. Masalahnya setelah besar, monyet ini jadi hal serius karena semakin galak dan liar. Tentunya ini salah ya," jelasnya.
Menurutnya, membeli monyet dari pedagang di pasar hanya akan melanggengkan perdagangan satwa liar, mengacu pada prinsip supply and demand.
Selain itu, ini tentu berdampak negatif karena menjadikan monyet sebagai konten media sosial, sehingga memicu tingginya pembelian bayi-bayi monyet ini.
Baca juga: 2.000 ekor kera huni objek wisata Alas Kedaton (video)
Baca juga: 2.000 ekor kera huni objek wisata Alas Kedaton (video)
Kera ekor panjang (Macaca fascicularis) adalah spesies primata yang sangat sosial, hidup berkelompok dan cerdas. Kera ekor panjang hidup dalam kelompok dan keluarga yang solid. Untuk bisa mendapatkan anak atau bayi monyet biasanya para pemburu akan membunuh induknya.
"Tentu saja hal ini kejam dan bertentangan dengan kesejahteraan hewan bahkan peraturan pemerintah. Mereka tidak layak untuk dipelihara sebagai hewan peliharaan. Monyet yang dipelihara dapat meningkatkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia maupun sebaliknya (zoonosis), misal penyakti TBC, rabies dan virus lainnya," ucap Femke.