"Bagi penyayang hewan memang terlihat kasihan dengan nasib bayi-bayi kera ini, namun menurut aturan, pelaku perdagangan satwa kera ini tidak bisa dikenai hukuman berat karena satwa tidak dilindungi UU, tapi bisa diatur dengan perda peredarannya karena merupakan tipiring dan sanksinya lebih condong ke sanksi administrasi," kata Kepala BKSDA Bali Agus Budi Santosa dalam siaran persnya di Denpasar, Senin.
Ia mengatakan apabila dilakukan razia pada satwa kera jenis ini tidaklah efisien serta tidak sebanding antara nilai konservasi dan bobot kesalahan, dibandingkan dengan biaya operasional dan biaya perawatan apabila satwa yang disita.
Baca juga: BKSDA Bali evaluasi kesehatan satwa Owa Siamang sebelum dilepasliarkan
Baca juga: BKSDA Bali evaluasi kesehatan satwa Owa Siamang sebelum dilepasliarkan
Menurut dia, Undang-Undang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) tidak bisa diterapkan untuk menghukum pelaku perdagangan satwa ini. Pelaku perdagangan satwa kera ini hanya bisa dikenakan pasal penyiksaan hewan, sesuai pasal dalam KUHP.
Selain itu, katanya, satwa ini tidak dilindungi undang-Undang dan cenderung menjadi hama apabila populasinya tidak terkontrol.
"Itu pun kalau sudah jelas-jelas terbukti disiksa dan delik penyiksaannya terpenuhi. Untuk perdagangan bayi kera jenis ini, BKSDA sulit memantau karena ukuran satwa yang kecil, jinak dan mudah disembunyikan," katanya.
Ia menambahkan kalau spesies kera ini populasinya relatif melimpah karena termasuk mamalia yang sangat mudah bertahan, mudah menyesuaikan diri di lingkungan manusia, makan apa pun yang dimakan manusia, produktif berkembang biak seperti manusia, tidak ada saingan dengan spesies jenis kera lain dan tidak ada hewan pemangsanya.
Menurutnya, bayi kera abu-abu ini lebih aman dan sejahtera dipelihara manusia daripada kekurangan pakan dan dibunuh sesama kera di alam liar.
Baca juga: BKSDA: Ratusan burung pipit mati diduga makan pakan tercemar
Baca juga: BKSDA: Ratusan burung pipit mati diduga makan pakan tercemar
"Sangat jarang ditemukan penyiksaan terhadap satwa kera jenis ini di Bali karena banyak yang percaya bahwa kera ini adalah titisan atau keturunan Dewa Hanoman yang patut dihormati," katanya.