Gianyar (ANTARA) - Berawal dari ketertarikan terhadap pengolahan kayu, Perempuan asal Bali bernama Ni Ketut Bakati Anggareni, merintis usaha kerajinan barang rumah tangga dari kayu.
"Bali Bakti Anggara", begitulah nama usaha milik perempuan yang biasa disapa Bu Ayu ini. Bisnis berskala UKM yang sudah berdiri sejak 1997 atau 23 tahun lalu.
Awalnya, Bu Ayu memulai usaha dengan modal Rp50 juta. "Sudah 23 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1997. Karena ketertarikan saya pada pengolahan kayu. Pada awal berdiri modal usaha saya Rp50 juta, murni modal sendiri, bukan pinjaman," kata Bu Ayu saat ditemui di rumahnya (17/5).
Kerajinan kayu yang diproduksi Bu Ayu bervariasi. Mulai dari hiasan dinding, meja kerja, dan beberapa peralatan meja makan seperti mangkuk, dan gelas dari kayu. Kerennya, produk tersebut sudah merambah pasar luar negeri, seperti ke Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
"Kita sering jual keluar negeri, 60 persen pasar atau market kita di Amerika Serikat, 30 persen marketnya di Eropa, dan 10 persen lainnya di Asia, termasuk di Indonesia," tutur warga Kelurahan Abianbase, Kabupaten Gianyar, Bali.
Barang kerajinan ini dijual mulai dari USD 2,5 sampai USD 100 (atau Rp35.600 hingga Rp1,4 juta) per produk.
Baca juga: Berawal dari KUR BRI, Ida Ayu Kade Padmi raih omzet hingga Rp25 juta per bulan
Dalam setahun, biasanya Bu Ayu mampu mengekspor 30-100 kontainer. Dengan omzet per semester mencapai hingga USD 50 ribu atau setara Rp710 juta. "Kalau keuntungannya bervariasi, omzetnya pernah sampai USD 50 ribu per semester," ujar Bu Ayu.
Namun, selama masa pandemi usaha kerajinan terdampak besar. Bu Ayu hanya bisa mempekerjakan 23 orang seiring penurunan permintaan. Dari 23 orang itu 12 orang diantaranya merupakan pekerja perempuan, sedangkan sisanya pekerja laki-laki.
Dia lebih banyak mempekerjakan perempuan, bukan tanpa maksud. Ini karena di daerahnya di Kelurahan Abianbase, banyak perempuan yang sudah berkeluarga, namun kesulitan mendapatkan pekerjaan. Dia pun memutuskan memberdayakan perempuan setempat, terutama dalam proses pengemasan.
Pekerja ini memiliki jam kerja 4-8 jam sehari, dengan waktu kerja diserahkan ke mereka. "Jam kerjanya kita fleksibelkan sesuai dengan pekerja. Soalnya di Bali banyak acara adatnya juga," ungkap dia.
Para pekerja ini mendapatkan gaji sesuai UMR. Bu Ayu memastikan selalu taat terhadap Peraturan Pemerintah (PP) dengan tidak menggaji di bawah UMR atau melebihi jam kerja yang telah ditetapkan pemerintah.
Masa Sulit
Perempuan berusia 49 tahun ini mengaku pernah mengalami masa sulit. Itu terjadi pada 2012, usahanya terimbas perubahan tren di masyarakat. Kerajinan kayu milik Bu Ayu selama ini fokus pada kerajinan tradisional asli Bali yang banyak mengandung kreativitas ukiran. Tapi ternyata tren di pasaran saat itu berubah, dan ini mempengaruhi usahanya.
"Kita sempat terlambat mengikuti tren tersebut. Kebetulan, saat itu, merupakan keuntungan bagi usaha saya, saya mendapat bantuan dari Pemerintah Belanda dimana mereka memiliki program untuk membina usaha kecil di negara berkembang, nah usaha saya terpilih," ungkap dia.
Baca juga: Kisah Kadek Sukasih, "Kartini Masa Kini" Penjual Pulsa yang sukses jadi Agen BRILink di Bali
Kesempatan itulah yang ia manfaatkan untuk belajar dan lebih mengasah lagi kreativitas, agar bisa menghasilkan produk-produk kerajinan kayu yang kekinian, atau mengikuti perkembangan zaman. Berkat pembinaan dari Pemerintah Belanda selama 1 tahun, akhirnya usahanya normal kembali dan lebih berkembang.
Tantangan lain, Bu Ayu mengeluhkan terkait shipping buyer payment (sistem pembayaran dari pembeli). Saat pandemi COVID-19, masa tunggu menjadi lebih lama sekitar 60 hari dari biasanya 30 hari, sehingga ia mengalami kendala terkait modal usaha.
Terbantu BRI
Namun berkat bantuan BRI, ia lepas dari kendala modal usaha itu dan mampu melanjutkan usahanya. Saat usahanya mulai berkembang dan mendapat pesanan lebih banyak, barulah Bu Ayu mengajukan tambahan modal usaha kepada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
"Setelah dapat order yang lebih banyak, barulah saya bekerja sama dengan BRI. Pertama kali pinjam itu tahun 2002, pinjamannya Rp300 juta," ungkap mitra BRI Gianyar itu.
Sebenarnya, ia sudah lama menjadi nasabah tabungan BRI. Hanya saja baru 2002 memberanikan diri meminjam modal usaha ke BRI.
"Berkat bantuan dari BRI, saya sangat terbantu, karena pengaruhnya ketika kita mendapat order dari buyer, kemudian paymentnya harus menunggu lama, maka dengan bantuan modal dari BRI itu sangat membantu," ujarnya.
Selain bantuan modal, ia tak luput mendapatkan pelatihan dari BRI. Materi yang didapat seperti buyer matching, cara ekspor, dan marketing online. Tidak sebatas itu, BRI turut mempertemukan para buyer dengannya, saat mengikuti UMKM Expo Tahun 2019.
Hingga kini, ia memiliki dua cabang tempat produksi kerajinan kayu. Pertama di Bali, dan cabang kedua di Jawa Timur.
Baca juga: BRILink selamatkan usaha masyarakat Bali selama Pandemi COVID-19
Pimpinan Cabang BRI Gianyar Jimmy Fajriansyah, menuturkan jika Bu Ayu merupakan salah satu debitur BRI yang lancar dalam mengangsur pinjaman, serta memiliki kondisi keuangan stabil.
Selain itu, usahanya termasuk UMKM yang mampu bertahan di masa pandemi COVID-19.
"Bu Ayu ini salah satu nasabah kami yang sudah lama. Beliau itu menjadi mitra kami sudah 20 tahun sejak pinjamannya kecil sampai sekarang sudah meningkat terus. Di masa pandemi ini beliau masih bisa bertahan dan menjalankan usahanya, kreativitas dan semangatnya Bu Ayu sungguh luar biasa," ujar Jimmy.