Denpasar (Antara Bali) - Keberadaan organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian (subak) di Bali berkurang 54 unit dalam kurun waktu lima tahun akibat alih fungsi lahan yang kondisinya semakin mengkhawatirkan.
"Meskipun pada satu sisi terjadi pemekaran subak, terutama sejak Pemprov Bali mengucurkan bantuan subak sebesar Rp20 juta/subak, tetap saja jumlahnya berkurang terutama di wilayah Kota Denpasar," kata Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia, MS di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan, subak yang tersebar di delapan kabupaten dan satu kota di Bali pada tahun 2003 tercatat 1.600 buah berkurang 42 buah menjadi 1.558 buah, menurun lagi 13 buah menjadi 1.545 buah pada tahun 2008 dan pada 2008 tercatat 1.546 subak.
Kondisi itu kini semakin berkurang lagi, akibat keberadaan subak semakin terdesak akibat alih fungsi lahan pertanian yang tidak bisa dihindari untuk memenuhi keperluan berbagai pembangunan, khususnya bidang pariwisata yang semakin berkembang pesat di darah ini.
Di Kota Denpasar, misalnya awalnya terdapat 46 subak, namun sekarang hanya masih tersisa 37 subak atau sembilan subak telah sirna. Kawasan subak yang ada sekarang kondisinya compang-camping, karena di sela-sela sawah ada bangunan-bangunan megah.
Di Kota Denpasar dalam lima tahun terjadi penyusutan lahan dari 5.753 hektare masih tersisa 2.856 hektare dan itupun diperkirakan masih terus menyempit lagi.
Sementara di Kabupaten Badung juga terjadi alih fungsi lahan, namun jumlah subak justru meningkat berkat adanya pemekaran dari 113 subak pada 2003 sekarang menjadi 116 subak.
"Alih fungsi lahan pertanian yang sangat mengkhawatirkan itu bisa mengancam ketahanan panngan di daerah ini," ujar Prof Windia.(*/M038/T007)