Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan anggaran pendidikan tetap menjadi prioritas pemerintah yaitu dengan mengalokasikan 20 persen dari APBN meskipun ekonomi sedang tertekan akibat pandemi COVID-19.
“Anggaran pendidikan harus 20 persen dari APBN, no matter what. Artinya mau kondisi APBN lagi kempes, lagi besar, ekonomi menghadapi COVID-19 itu tidak boleh dikompromikan,” kata Sri Mulyani dalam diskusi daring di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani mengatakan komitmen pemerintah tersebut sejalan dengan keinginan Indonesia untuk dapat memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar dapat bersaing seperti negara lain.
Sri Mulyani menuturkan peningkatan kualitas SDM akan mampu menciptakan lapangan pekerjaan karena terbentuknya karakter yang inovatif, kreatif, hingga kompetitif dalam melihat suatu perubahan.
Salah satu hasil dari pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN, kata Sri Mulyani, adalah pemberian beasiswa LPDP kepada lebih dari 20 ribu masyarakat Indonesia. Tahun ini, lanjut dia, penerima LPDP berjumlah 1.659 orang yang terdiri dari 785 orang laki-laki dan 877 orang perempuan.
Sri Mulyani merinci pengalokasian untuk Sumatera 249, orang, Jawa 1.041 orang, Kalimantan 55 orang, Nusa Tenggara dan Bali 132 orang, Sulawesi 132 orang, Papua 30 orang, serta Maluku 28 orang.
“Yang mengambil Phd 323 orang, dokter spesialis 54 orang, dan magister 1.263 orang,” ujar Sri Mulyani.
Kemudian pemerintah juga sedang mengalokasikan anggaran untuk penyandang disabilitas, Indonesia timur, hingga anak-anak dari keluarga pra sejahtera.
Sri Mulyani menegaskan pemerintah turut memprioritaskan anak yang berasal dari keluarga miskin untuk tetap bersekolah sebagai langkah untuk memutus rantai kemiskinan.
“Mulai dari pendidik usia dini kita harus berpihak kepada keluarga miskin, make sure for the next generation-nya tidak miskin. Harus dipotong itu tali kemiskinan antar generasi,” tegas Sri Mulyani.
Tak hanya itu, ia memastikan pemerintah turut meningkatkan mutu dosen-dosen pendidik agar mahasiswa mendapatkan kualitas pendidikan yang diharapkan termasuk oleh industri.
Menurut Sri Mulyani, saat ini mahasiswa di Indonesia masih kurang mendapatkan kualitas pendidikan seperti yang diharapkan oleh industri sehingga ketika lulus tetap sulit mencari pekerjaan.
“Begitu dia lulus semakin tinggi (pendidikan) bukannya mendapatkan pekerjaan, malah dia gap-nya semakin besar dan itu bisa menimbulkan frustasi karena dia merasa sudah well educated tapi tidak fit dengan kesempatan kerja yang ada,” ujar Sri Mulyani.