Denpasar (ANTARA) - Sejumlah petani di Provinsi Bali mengakui permintaan lele hasil produksi setempat mengalami peningkatan yang signifikan di tengah pandemi COVID-19 karena berkurangnya pasokan dari luar Pulau Dewata.
"Kalau sebelum pandemi itu saya harus menunggu pembeli, tetapi sekarang para pembeli bahkan sudah antre datang sebelum waktunya lele dipanen," kata Agung Rai Astika, petani lele asal Desa Adat Padang Luwih, Kabupaten Badung, Minggu.
Agung Rai Astika menyampaikan hal tersebut saat menyampaikan aspirasi serangkaian reses anggota DPD RI Made Mangku Pastika bertajuk "Pemberdayaan UMKM dan Ekonomi Kreatif" itu.
Astika yang memiliki 26 kolam lele dan bertani lele hanya untuk sampingan itu, mengaku bisa menjual lele hingga belasan juta rupiah dalam sebulan, dengan harga per kilogram lele yang dijual ke pengepul berkisar dari Rp17.000 hingga Rp19.000.
Peningkatan permintaan lele, ujar dia, bisa jadi karena pasokan lele dari luar Bali yang aksesnya saat pandemi menjadi terbatas sehingga mau tidak mau dipenuhi dari petani lokal.
"Begitu mudah sebenarnya bertani lele dan tidak perlu pengetahuan tinggi, kenapa peluang ini belum banyak yang diambil warga kita? Niat yang awalnya untuk 'survival' di tengah pandemi, ternyata malah bisa menghasilkan keuntungan yang lumayan," ucapnya sembari mengatakan lahan pekarangannya juga menjadi subur dan dia bisa menanam pisang dengan buah yang sangat lebat.
Sementara itu, pendiri dan pembina Yayasan Gerak Cipta Selaras dan Sidhayasa Farm, I Gusti Ngurah Tri Sena Brata menyampaikan pandangan senada bahwa pandemi COVID-19 telah memberikan hikmah peningkatan permintaan lele.
"Selain kolam lele yang dimiliki oleh Pak Agung Rai Astika, saya mengharapkan di rumah-rumah warga di Padang Luwih ini, juga bisa mencontoh karena memberikan peluang penghasilan," ucapnya pada acara yang dipandu I Nyoman Baskara itu.
Baca juga: Dekranasda Bali: UMKM "dewa penyelamat" ekonomi saat pandemi
Yayasan Gerak Cipta Selaras, tidak saja melakukan pembinaan terkait budidaya lele, belut, tabulampot, usaha jamu, juga usaha pendidikan dan kesenian.
"Kami memberikan pembinaan dan pelatihan ini sudah tentu juga ada target yang mesti dicapai yakni Festival Padang Luwih. Dari festival tersebut, selain mengangkat potensi pertanian, sekaligus mempertemukan antara para pihak terkait sehingga usaha yang digeluti menjadi lebih berkembang," ujar pria yang juga pemilik Warung Mina Dalung itu.
Wayan Sugendra Merta, petani lele dari Payangan, Kabupaten Gianyar pun menyampaikan hal yang sama bahwa pandemi COVID-19 juga menyebabkan lonjakan permintaan. "Sebenarnya kami diminta menyiapkan satu ton lele perhari, tetapi baru bisa kami penuhi satu ton dalam seminggu," ucapnya.
Pihaknya menghadapi persoalan untuk memenuhi kebutuhan bibit lele berukuran panjang 9-10 cm yang masih didatangkan dari Kediri, Jawa Timur.
"Di Bali bibit yang tersedia itu ukuran panjang 3-4 cm, tetapi itupun juga sudah banyak yang antre. Jika kami menggunakan bibit yang ukuran 3-4 cm itu panennya sekitar tiga bulan, tetapi kalau dengan ukuran bibit 9-10 cm bisa panen dalam waktu dua bulan," ucapnya.
Sugendra dengan melibatkan tujuh petani lele di sekitarnya, rata-rata setiap mendatangkan bibit lele dari Kediri, Jatim sebanyak 150-200 ribu ekor, dengan harga per ekor Rp350.
"Kami berharap bisa difasilitasi untuk penyediaan bibit lele dari Bali sehingga bisa menekan biaya produksi, selain juga dibantu akses modal dengan bunga yang lebih kompetitif," katanya.
Mendengarkan aspirasi dari sejumlah warga itu, anggota DPD Dapil Bali Made Mangku Pastika mengatakan kebutuhan lele di Bali memang cukup tinggi, tidak saja saat pandemi COVID-19 saat ini.
"Dulu waktu saya masih menjabat Gubernur Bali, kebutuhan lele di Bali perhari berkisar dari 6-12 ton perhari. Sedangkan hasil di Bali saat itu hanya 2,5 ton. Meskipun kebutuhan tinggi, tetapi memang masyarakat tidak melirik karena mereka fokus di sektor pariwisata," ucapnya.
Namun, dengan pandemi ini, banyak orang yang pintar pertanian, pintar teknologi dan marketing yang pulang kampung. "Mudah-mudahan mereka-mereka ini tidak saja bisa bisa mendorong peningkatan kualitas produksi, sekaligus harus bagus dari sisi distribusi dan pemasarannya," ujar anggota Komite 2 DPD RI itu.
Pastika sangat mengapresiasi masyarakat Bali yang mau menekuni usaha pengembangbiakan lele karena memang dari sisi kebutuhan cukup tinggi. Sebelumnya memang untuk pemasaran lele di Bali sempat ada kendala karena ada oknum di Dinas Perikanan dan Kelautan yang menjadi semacam kartel dan memonopoli.
Baca juga: BI Bali bantu UMKM tetap produktif di saat pandemi lewat KKI Seri-2
Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengajak masyarakat Bali untuk bersatu padu dalam berusaha, saling membantu dan memberikan informasi. Di samping yang tidak kalah penting memanfaatkan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan.
Dalam penyerapan aspirasi itu juga mengemuka pernyataan peningkatan belut dari Wayan Supreni, kemudian Sugianto menyampaikan lonjakan permintaan kolam ikan berbahan terpal, hingga Nyoman Heri yang mengharapkan bantuan di sektor pertanian di Bali harusnya berkelanjutan dan tidak sekadar pencitraan, serta sejumlah aspirasi lainnya.
Permintaan lele di Bali meningkat di tengah COVID-19
Minggu, 18 Oktober 2020 16:33 WIB