Denpasar (ANTARA) - Gawat darurat. Itu bukan sebuah unit di rumah sakit (unit gawat darurat atau UGD), tapi sekadar gambaran bahwa virus Corona jenis baru yang disebut COVID-19 kini sedang "mengamuk", sehingga kondisi perkembangan virus itu tergolong masuk stadium "gawat darurat".
Betapa tidak, kalau selama ini hanya tenaga kesehatan (nakes) yang terpapar virus itu, selain masyarakat umum, namun selama bulan Juli-Agustus 2020 justru sudah memapar sejumlah pejabat dan wartawan serta menutup berbagai sarana perkantoran, sehingga virus itu boleh dibilang sudah menyasar ke mana-mana tanpa pilih-pilih.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang menjadi Direktur Utama RS Puri Raharja Bali dr I Nyoman Sutedja MPH pun akhirnya dinyatakan meninggal dunia karena COVID-19 di Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri Universitas Udayana Provinsi Bali pada Sabtu (4/7/2020) malam.
"Benar dirawat di RS PTN Unud, tapi sebelumnya sempat dirawat di RS Wangaya dulu dengan keterangan positif COVID, karena mengeluh batuk, sesak dan saturasi oksigen menurun. Beliau dibawa ke RS PTN Unud karena memerlukan ventilator," kata Direktur RS PTN Unud dr Dewa Putu Gede Purwa Samatra kepada ANTARA.
Saat dirawat di RS PTN Unud, kondisi almarhum dr I Nyoman Sutedja MPH sempat membaik, kemudian menunjukkan penurunan hingga tiba-tiba tidak bernafas dan meninggal dunia pada pukul 21.45 WITA. Jenazah langsung dibawa ke RSUP Sanglah untuk penanganan jenazah COVID, lalu jenazah dikremasi di Krematorium Kertha Semadi, Jimbaran, Badung pada Rabu (8/7) pukul 13.00 Wita.
Sebelumnya, informasi yang beredar mengabarkan layanan Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Umum, Puri Raharja, ditutup sementara hingga 5 Juli 2020, karena ada tujuh tenaga kesehatannya positif COVID-19.
"Yang terpapar ada tujuh orang tenaga medis, dari tujuh orang tersebut empat orang diantaranya dirawat di RS, dua orang di tempat karantina dan satu orang di hotel. Kondisi semuanya stabil dan sampai saat ini masih menunggu hasil swab," kata Manajer Marketing RSU Puri Raharja, I Gusti Nyoman Tongki Adiyono, di RSU Puri Raharja Denpasar.
Tidak hanya tenaga kesehatan, namun dunia pendidikan juga harus merelakan kepergian tenaga pendidik terbaiknya, seperti guru besar Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha), Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali, Prof. Dr. AAIN. Marhaeni, M.A, yang meninggal dunia akibat terkonfirmasi COVID-19 pada Sabtu (15/8).
Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Administrasi, Keuangan dan Sumber Daya Manusia (PAK-SDM) Undiksha, Prof. Dr. I Wayan Lasmawan, mengatakan Prof. Marhaeni meninggal, Sabtu (15/8) pagi, setelah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Bali sejak Kamis (13/8).
"Benar salah satu dosen terbaik Undiksha telah berpulang. Berdasarkan hasil tes usap (swab), almarhumah dinyatakan terkonfirmasi COVID-19 dan telah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Bali sejak Kamis (13/8). Kami civitas akademika turut berduka cita dan merasa sangat kehilangan atas kepergian beliau," katanya, dalam keterangan persnya.
Mengantisipasi munculnya klaster/kelompok baru dan mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan kampus, pimpinan Undiksha mengeluarkan kebijakan untuk Bekerja Dari Rumah (BDR) secara total bagi semua pegawai BLU Undiksha terhitung dari tanggal 15 Agustus sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Atas kejadian ini, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 Buleleng untuk melakukan tracing serta tes usap kepada semua staf yang pernah kontak. Pihaknya juga menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti disinfektan di semua lingkungan kampus dan menyiapkan handsanitizer. "Kami berharap semoga semua pegawai bisa menaati SOP," katanya.
Bahkan, tidak hanya tenaga kesehatan dan pejabat pemerintah juga, namun kalangan media (wartawan) dan perkantoran pun jadi sasaran amuk COVID-19. Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Kota Surabaya melakukan tracing atau penelusuran terhadap sejumlah karyawan di tiga media meliputi RRI Stasiun Surabaya, TVRI Stasiun Jawa Timur dan Metro TV Surabaya.
Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara membenarkan adanya kabar sejumlah pegawai RRI Surabaya positif COVID-19. "Ini ada beberapa perbedaan yang mengharuskan untuk swab lagi karena ada kemungkinan false positif. Dari jumlah pegawai RRI Surabaya yang mengikuti tes swab sebanyak 127 orang itu tercatat 54 hasil positif," katanya.
Sementara itu, di Jakarta, sebanyak 29 perkantoran ditutup sementara. "Ada 26 di antaranya karena ditemukan kasus positif COVID-19, sedangkan tiga lainnya akibat melanggar protokol kesehatan," kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Transmigrasi dan Energi DKI Jakarta Andri Yansah.
Di Bali tercatat sebanyak 15 orang di lingkungan Pengadilan Negeri Denpasar, yang terdiri dari hakim, pegawai dan petugas kantin dinyatakan reaktif dalam tes cepat (rapid test) COVID-19. "Untuk tracing, ya kita menunggu hasil swab, sudah ada beberapa orang yang di-swab, Sabtu pagi juga akan ada di-swab lagi, jadi yang reaktif diminta pulang istirahat lebih awal," kata Ketua Pengadilan Negeri Denpasar Sobandi.
Cara merdeka
Realitas dari "amuk" COVID-19 itu agaknya membuktikan bahwa upaya membuka kran ekonomi dengan penerapan protokol kesehatan sebagai syarat tidak sepenuhnya dijalankan oleh masyarakat, karena karantina selama 3-4 bulan justru membuat masyarakat bersemangat mencari sesuap nasi, meski dengan mempertaruhkan nyawa untuk virus Corona jenis baru itu.
Barangkali, hal itulah yang akhirnya mendorong Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, yang di dalamnya terdapat aturan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan.
"Sanksi sebagaimana dimaksud berupa teguran lisan atau tertulis, kerja sosial, denda administratif, penghentian atau penutupan sementara penyelenggaraan usaha," katanya, seperti dikutip dari salinan Inpres yang diperoleh dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara.
Namun, Inpres yang diteken Presiden Jokowi pada 4 Agustus 2020 agaknya masih memerlukan waktu untuk mendorong protokol kesehatan menjadi "gerakan masyarakat" yakni gerakan bermasker, gerakan cuci tangan dengan sabun, gerakan jaga jarak (hindari berkerumun), gerakan jaga imun, dan gerakan cegah hoax (infodemik).
Tanpa perlu menunggu waktu untuk menjadikan protokol kesehatan sebagai "gerakan masyarakat" yang masif, maka ada cara lain untuk merdeka dari COVID-19 yakni keterlibatan kalangan perguruan tinggi untuk menemukan cara "menghentikan" pergerakan virus yang belum diketahui penangkalnya itu melalui vaksin, obat penawar atau terapi lain.
Adalah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, yang telah menyelesaikan uji klinis tahap ketiga obat penawar untuk pasien COVID-19, sedangkan Universitas Udayana (Unud) Denpasar, Bali, juga telah melakukan terapi plasma konvalesen melalui donor darah yang diikuti 172 orang dengan tiga orang Bali yang mengikuti donor itu telah dinyatakan sembuh COVID-19.
"Karena obat penawar ini akan menjadi obat baru maka diharapkan ini akan menjadi obat COVID-19 pertama di dunia," kata Rektor Unair Prof Mohammad Nasih dalam acara penyerahan hasil uji klinis fase 3 di Mabes TNI AD, Jakarta (15/8).
Nasih menuturkan, obat baru dari penelitian Unair bersama TNI Angkatan Darat (AD), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri itu merupakan hasil kombinasi dari tiga jenis obat. Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.
"Di luar negeri, tiga obat itu diberikan satu per satu kepada pasien. Kemudian tiga obat itu dikombinasikan oleh Unair menjadi satu obat. Hasilnya, efektivitas obat lebih dari 90 persen. Selain itu dosis yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan apabila obat diberikan secara tunggal," katanya.
Meskipun hasil kombinasi, BPOM tetap menganggap obat yang dihasilkan Unair digolongkan pada obat baru. "Setelah kami kombinasikan, daya penyembuhannya meningkat dengan sangat tajam dan baik. Untuk kombinasi tertentu itu sampai 98 persen efektivitasnya," katanya.
Nasih menuturkan, pembuatan obat COVID-19 ini sudah dilakukan sejak Maret 2020. "Yang perlu ditekankan adalah untuk produksi dan edarnya kita tetap masih menunggu izin produksi dan edar BPOM. Artinya obat ini belum akan diproduksi sepanjang belum ada izin BPOM," jelas Nasih.
Hal yang sama juga terjadi di Bali. Unud Denpasar juga telah melakukan terapi plasma konvalesen melalui donor darah yang saat ini diikuti oleh 172 pendonor yang sebagian besar berasal dari dokter residen, dokter spesialis, pegawai FK Unud, anggota TNI dan Polri.
"Tiga orang pendonor telah melalui tahapan screening dari total sembilan orang pendaftar dan ketiganya telah dinyatakan sembuh COVID-19. Secara klinis berbagai metode atau terapi dicoba sebagai terobosan penyembuhan terhadap mereka yang saat ini menjadi penderita atau positif COVID-19, termasuk dengan terapi plasma konvalesen," kata Komandan Korem 163/Wira Satya Brigjen TNI Husein Sagaf di FK Unud, Denpasar.
Menurut Danrem, terobosan itu sudah dirintis oleh pihak RSPAD Gatot Soebroto Jakarta sebagai tindak lanjut inisiasi yang dilakukan oleh Kasad Jenderal TNI Andika Perkasa. "Dari kami, Kodam IX/Udayana pada Selasa (11/08) juga melakukan donor untuk terapi plasma konvalesen, melibatkan 28 personel, baik militer maupun PNS yang sebelumnya terpapar COVID-19 dan dinyatakan sembuh," katanya.
Senada dengan itu, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Unud Prof. I Ketut Suyasa mengatakan terapi plasma konvalesen merupakan terobosan baru yang dikembangkan sebagai alternatif penyembuhan COVID-19.
Upaya ini dilakukan dengan cara memberikan plasma dari pasien COVID-19 yang sembuh untuk didonorkan kepada pasien yang masih dirawat.
Jadi, COVID-19 kini memang sudah mengamuk dengan sangat garang, namun cara merdeka dari COVID-19 adalah dengan menerapkan protokol kesehatan sebagai gerakan yang dilaksanakan secara ketat.
Cara lain, bisa dengan menunggu vaksin yang kini dicanangkan pemerintah melalui vaksin "merah putih" tapi kini sudah didahului oleh upaya Unair melalui obat penawar dan Unud dengan terapi plasma konvalesen melalui donor darah.
Amuk COVID-19 dan cara "merdeka" dari COVID-19
Minggu, 16 Agustus 2020 19:08 WIB
Jadi, COVID-19 kini memang sudah mengamuk dengan garang, namun cara merdeka dari COVID-19 adalah dengan menerapkan protokol kesehatan sebagai gerakan secara ketat. Cara lain, menunggu vaksin "merah putih" tapi kini sudah didahului "cara" Unair-Unud