Jakarta (ANTARA) - 6 Juni 1975 atau 45 tahun silam, Indonesia pertama kalinya berhasil mengangkat trofi lambang supremasi dunia bulu tangkis beregu putri untuk melunasi perjuangan 16 tahun dalam perebutan gelar Piala Uber.
Indonesia yang hanya mampu menjejaki babak final dalam dua pergelaran sebelumnya di Tokyo akhirnya berhasil menumbangkan sang juara bertahan Jepang yang sudah menyabet tiga gelar beruntun dengan skor 5-2 dalam laga final.
Kemenangan tersebut terasa istimewa, tidak hanya sebagai panggung pertama Indonesia merebut gelar dalam kejuaraan bulu tangkis beregu putri paling bergengsi sejagad tersebut, tetapi juga momen manis tersebut tercipta di hadapan publik sendiri di Istora Senayan, Jakarta.
Baca juga: Pebulu tangkis Hendra Setiawan idolakan Tony Gunawan
Baca juga: Pelatnas bulutangkis segera beradaptasi dengan "new normal"
Kala itu, tim Indonesia diisi oleh Theresia Widiastuty, Tati Sumirah dan Utami Dwi di sektor tunggal. Kemudian, pasangan Minarni Sudaryanto/Regina Masli memimpin sektor ganda bersama Imelda Wiguna/Theresia Widiastuty.
Indonesia yang berstatus sebagai tuan rumah mendapatkan keistimewaan untuk langsung berlaga di babak antar zona, tanpa melalui kualifikasi terlebih dahulu. Total ada 14 negara yang ikut serta mewakili zona Asia, Australia, Eropa, dan Amerika.
Di putaran pertama, Indonesia dengan mudahnya melibas habis tim Malaysia sebagai wakil Zona Asia dengan skor 7-0. Sedangkan Merah Putih cuma harus merelakan dua partai saat mengalahkan Inggris 5-2 di putaran kedua.
Sementara Jepang menjadi lawan Indonesia di partai final setelah mengalahkan Kanada 6-1 di putaran kedua. Skor-skor yang tercipta itu tak terlepas dari format Piala Uber yang pada saat itu masih menggunakan format lama dengan mempertandingkan tujuh nomor selama dua hari, yakni tiga nomor tunggal dan empat nomor ganda.
Keunggulan Indonesia pada pergelaran Piala Uber ketujuh itu memang ditentukan lewat sektor ganda yang berhasil menyumbangkan empat dari lima poin kemenangan. Hanya Tati Sumirah yang sukses meraih poin lewat pertarungan melawan Atsuko Tokuda 11-5, 11-2.
Meski sudah unggul empat poin atas Jepang, rupanya tak lantas membuat pasangan Tuty/Imelda yang bermain di partai terakhir tak berusaha memberikan perlawanan gigih. Melalui duel ketat, Tuty/Imelda berhasil menundukkan Takenaka/Aizawa 17-14 di set pertama sebelum menutup set kedua dengan kemenangan telak 15-0.
Publik Istora pada Jumat malam itu dibuat terharu dengan kemenangan yang ditutup secara paripurna itu untuk kemudian memboyong Piala Uber pertamanya menjadi milik Indonesia untuk diperebutkan kembali tiga tahun mendatang.
Sayang, harapan membawa kembali Piala Uber itu gagal terpenuhi pada edisi 1978 di Auckland dan 1981 (Tokyo). Indonesia harus rela menelan pil pahit setelah lagi-lagi dikalahkan Jepang di babak final.
Torehan manis tersebut baru dapat terulang pada Piala Uber 1994 di Jakarta. Pada tahun tersebut pula, Indonesia sukses kawin gelar Piala Thomas dan Uber.
Kejayaan tersebut kembali terulang pada ajang Piala Thomas-Uber 1996 di Hong Kong. Namun, catatan bagus tim Piala Thomas tak mampu diikuti tim putri sehingga kemenangan di Piala Uber 1996 menjadi gelar ketiga sekaligus terakhir terakhir bagi tim putri Indonesia hingga saat ini.
Raihan terbaik skuat putri Indonesia selanjutnya hanya menjadi runner up pada pergelaran Piala Uber 1998 dan 2008 usai dikalahkan China. Sisanya, jelas tak ada yang patut dikenang lantaran untuk menjajaki perempat final saja sudah kepayahan.
Tanpa pamrih
Meski kepayahan tembus partai final, kondisi pebulu tangkis Indonesia saat ini tetap saja jauh lebih beruntung dengan guyuran rupiah serta bonus berlimpah. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan pahlawan Piala Uber 1975 yang berjuang keras mengharumkan Merah Putih tanpa perlu diiming-imingi bonus.
Jangankan bonus, apresiasi dari pemerintah saat itu hanya sebatas ucapan selamat dan rasa bangga. Mereka diminta agar tak kecewa dengan nihilnya perhatian berupa bonus dari pemerintah.
Pada 24 Juni 1975 saat Presiden Soeharto mengundang Minarni dan kawan-kawan ke Bina Graha, Jakarta. Ia menyampaikan rasa bangganya dengan prestasi tim putri Indonesia dan meminta kepada PBSI untuk tetap mempertahankan gelar Piala Thomas dan Uber.
"Piala Uber diraih tim Indonesia merupakan kebanggaan, terutama bagi kaum wanita internasional dewasa ini," kata Soeharto sebagaimana dilaporkan Kompas, 24 Juni 1975.
Soeharto sebetulnya sempat menanyakan keinginan para pemain. "Sampaikan saja secara langsung," katanya.
Namun tak ada seorang pun yang berani angkat bicara. Mereka malu-malu dan tampak tak sanggup menyampaikan keinginannya. Sehingga presiden pun mengatakan, jika tidak ada yang menjawab, sampaikan saja melalui para pengurus PBSI.
Kejar ke Denmark
Setelah cukup lama tidak membawa pulang trofi lambang supremasi dunia bulu tangkis beregu putri ke Tanah Air, peluang untuk membawa tetap terbuka karena tropi tersebut bakal diperebutkan di Arrhus, Denmark, 3-11 Oktober.
Meski demikian, untuk mengejarnya bakal tidak mudah. Apalagi kejuaraan bergengsi ini sempat dua kali ditunda akibat pandemi COVID-19. Piala Thomas dan Uber tahun ini dijadwalkan pada 16-24 Mei, kemudian diundur lagi menjadi 15-23 Agustus.
Sekjen PP PBSI Achmad Budiharto menyatakan pihaknya belum dapat melakukan persiapan karena masih menunggu informasi jadwal turnamen lainnya sebelum perhelatan Piala Thomas dan Uber 2020.
“Persiapan ke Piala Thomas dan Uber masih belum bisa ditentukan karena penyusunan strateginya tergantung dari jadwal turnamen-turnamen sebelumnya. Kalau dilangsungkan Oktober, berarti kita punya waktu lima bulan lagi,” kata Budi.
Idealnya, menurut dia, ada turnamen-turnamen lain yang digelar sebelum Piala Thomas dan Uber 2020, sehingga para atlet bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik, terlebih mereka sudah lama absen dari berbagai pertandingan.
45 tahun silam, Indonesia rebut Piala Uber pertama
Minggu, 7 Juni 2020 7:23 WIB