Denpasar (ANTARA) - Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) COVID-19 Provinsi Bali Made Rentin membantah adanya pungli (pungutan liar) soal biaya karantina untuk pekerja migran Indonesia yang datang dari Myanmar.
"Pada saat tiba di Bali, 48 orang pekerja migran Indonesia dari Myanmar, hanya satu orang berasal dari Buleleng, Bali dan sisanya non-Bali. PMI asal Bali langsung ditangani (karantina-red) oleh Tim GTPP Kabupaten Buleleng," kata Rentin dalam keterangan pers di Denpasar, Jumat.
Sebelumnya diberitakan satu pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dari Myanmar bernama Bayu Maulana (23) asal Banyuwangi, Jawa Timur yang tiba di Bali melalui Terminal Kedatangan Internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 30 Mei 2020 pukul 13.40 Wita mengatakan dikenakan biaya untuk karantina serta tes swab.
Baca juga: Satgas: 18 pasien positif COVID-19 di Bali sembuh
Rentin merinci ke-47 PMI non-Bali yang tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, 27 orang bekerja di perusahaan bor minyak, 12 orang bekerja di perusahaan pengolahan limbah industri, 1 orang bekerja di perusahaan elektronik, 3 orang bekerja di perusahaan lainnya dan 4 orang merupakan PPLN, termasuk Bayu Maulana.
"Sesuai dengan kebijakan protokol kesehatan, Pemerintah Provinsi Bali melalui GTPP COVID-19 mewajibkan setiap orang yang akan memasuki Bali melalui bandara harus melengkapi berbagai persyaratan," ucap pria yang juga Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali itu.
Di antaranya diatur ketentuan bagi kru pesawat udara cukup dipersyaratkan dokumen rapid test negatif yang berlaku tujuh hari sejak penerbitannya. Sedangkan ASN/TNI/Polri dalam rangka penugasan karena sesuatu hal tidak bisa mendapatkan PCR test diperbolehkan dengan dokumen rapid test negatif yang masih berl
Bagi calon penumpang dari suatu wilayah atau daerah yang tidak ada fasilitas pelayanan PCR test, boleh dengan dokumen rapid test dengan surat pernyataan bersedia di swab PCR test dan karantina dengan biaya dari yang bersangkutan.
Baca juga: Satgas Posko BUMN Bali serahkan 800 paket sembako antisipasi COVID-19
Sedangkan bagi penumpang transit yang turun di Bali dan melanjutkan perjalanan (moda darat/laut/udara) dalam waktu tidak lebih 24 jam diperbolehkan cukup rapid test saja dan jika menginap di hotel yang telah ditentukan (isolasi mandiri).
"Kebijakan kita untuk PMI atau ABK orang Bali, kita tanggung semuanya. Nah untuk yang PMI atau ABK non-Bali, kita fasilitasi mereka untuk melanjutkan perjalanan ke daerah masing-masing. Karena Bayu Maulana ini termasuk dalam PPLN non-Bali, dia harus melaksanakan karantina atau isolasi dengan biaya sendiri di hotel yang telah ditentukan," ucapnya.
Rentin menambahkan untuk PMI atau ABK yang lainnya sudah ditanggung oleh perusahaan atau agen masing-masing sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke daerah masing-masing.
Sejatinya Bayu Maulana, ujar Rentin, meskipun pelaku perjalanan dari luar negeri (PPLN), untuk biaya selama karantina telah ditanggung oleh relawan Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Bali. Namun, karena tidak ada konfirmasi terlebih dahulu oleh Bayu Maulana dengan pihak terkait lainnya, sehingga ada miskomunikasi.
"Kenapa mereka dikarantina dan dilakukan tes swab, karena ke-48 PMI/PPLN ini sama sekali tidak ada yang membawa surat keterangan sehat dari Myanmar. Jelas ini menjadi perhatian kami Gugus Tugas di Bali, sehingga saat ini mereka menjalani karantina di dua hotel yang telah ditentukan," ucapnya.
Sementara Bayu Maulana yang dikonfirmasi langsung terkait permasalahan ini oleh Tim GTPP COVID-19 Provinsi Bali dan Relawan KPI Bali ke tempat karantina, mengakui adanya miskomunikasi dan ketidaktahuannya terkait protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Bali.
"Saya, Bayu Maulana menyatakan bahwa permasalahan ini terjadi karena miskomunikasi antara saya dengan pihak terkait, khususnya tim KPI dan Gugus Tugas. Saya sudah tidak bayar untuk karantina, sekaligus untuk test swab karena sudah dibantu oleh KPI dan Gugus Tugas. Kami menyelesaikan masalah ini dengan cara kekeluargaan. Masalah ini sudah selesai, baik dari saya sendiri dan pihak terkait," ujarnya.
Menyadari kekeliruannya, Bayu Maulana meminta maaf dan pengertian masyarakat, "Saya pribadi meminta maaf, terutama kepada ibu Dinar (relawan KPI Bali-red) dan pemerintah provinsi, gugus tugas, KPI, armada hotel, Den Bukit Hotel atas semua yang terjadi karena miskomunikasi," ucap Bayu seraya mengucapkan terima kasih atas pengertian berbagai pihak yang telah membantunya.
Saat ini Bayu Maulana menunggu hasil tes swab untuk kemudian akan melanjutkan perjalanannya ke tempat asalnya di Banyuwangi, Jawa Timur.
"Semua biaya sudah ditanggung pihak agen yang difasilitasi relawan KPI Bali. Jadi tidak benar bila Bayu Maulana ini diminta membayar hotel tempat karantina dan test swabnya," ujar Rentin.