Denpasar (ANTARA) - Ketua Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP Par)-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bali Putu Satyawira Marhaendra mengharapkan agar ada komunikasi atau dialog antara pemerintah daerah, pengusaha dan serikat pekerja di Pulau Dewata dalam menyikapi kondisi dampak COVID-19 terhadap para pekerja.
"Kami minta agar ada dialog atau komunikasi yang melibatkan pemerintah daerah, pengusaha dan kami dari serikat pekerja. Sejak munculnya COVID-19, dari Disnaker belum pernah ada yang mengundang kami untuk berdialog terkait nasib kami," kata Satyawira di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, sesungguhnya gelombang PHK yang terbesar sudah terjadi pada Februari terutama untuk pekerja kontrak dan daily worker (pekerja harian) yang sudah langsung diputus kontrak.
"Namun, apakah data-data itu sudah terdeteksi di Disnaker? Bisa jadi banyak perusahaan yang tidak melaporkan telah memutus hubungan kerja dari mereka-mereka itu, sehingga data yang dimiliki pemerintah menjadi tidak sama dengan kondisi riil di lapangan," ucapnya.
Dia menyebut, dari 10.798 pekerja yang menjadi anggota dari Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP-Par)-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bali, memang sejauh ini belum ada yang terkena PHK.
"Namun kalau yang dirumahkan itu ada, jumlahnya di atas 1.500 pekerja. Meskipun dirumahkan, mereka masih mendapatkan besaran upah bervariasi, ada yang dipotong 25 persen hingga 50 persen," ujarnya.
Satyawira mengatakan kalau anggota Federasi Serikat Pekerja Pariwisata (FSP-Par)-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bali belum ada yang sampai di-PHK, tetapi para pekerja di serikat pekerja lainnya sangat banyak yang bernasib tidak beruntung karena harus di-PHK.
"Oleh karena itu, dialog pemerintah dengan pengusaha dan serikat pekerja ini menjadi penting. Selain itu, pandemi COVID-19 ini telah memberikan kesempatan pada kita untuk semua untuk melakukan pendataan ketenagakerjaan, untuk mendapatkan master data ketenagakerjaan," ucapnya sembari mengatakan masukan tersebut sebelumnya juga sudah disampaikan pada anggota DPD RI Dapil Bali Made Mangku Pastika saat penyerapan aspirasi melalui diskusi virtual belum lama ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda mengatakan dari data rekapitulasi 1.184 perusahaan yang diterima hingga 20 Mei 2020, tercatat jumlah pekerja formal yang telah dirumahkan sebanyak 71.313 orang dan 2.570 orang yang kena PHK.
Belum lagi jika melihat data BPS Provinsi Bali pada bulan Februari 2020, jumlah pengangguran di Bali sebanyak 31.327 orang, dari total jumlah angkatan kerja sebanyak 2.591.033 orang.
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali telah meminta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dapat menambah kuota kelulusan penerima manfaat Kartu Prakerja dari provinsi setempat, sebagai salah satu solusi untuk membantu pekerja di Pulau Dewata yang terkena pemutusan hubungan kerja dan yang dirumahkan.
"Bapak Gubernur sudah bersurat tertanggal 18 Mei yang ditujukan kepada Kemenko Perekonomian agar bisa menambah kuota untuk kelulusan Kartu Prakerja. Ini karena hingga gelombang ketiga, jumlah yang lulus relatif kecil," kata Arda.
Berdasarkan data rekapitulasi penerima manfaat Kartu Prakerja yang telah diterima pihak Disnaker dan ESDM Provinsi Bali, hingga gelombang ketiga jumlah yang lulus atau penerima manfaat dari sembilan kabupaten/kota di Bali sebanyak 11.152 orang, dengan rincian untuk gelombang I diterima 2.660 orang, gelombang II diterima 4.674 dan dan gelombang III sebanyak 3.818 orang.