Denpasar (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan sejumlah kebijakan stimulus perekonomian sebagai penangkal dampak penyebaran COVID-19 yang telah memengaruhi kinerja dan kapasitas debitur dalam memenuhi kewajiban pembayaran kredit atau pembiayaan.
"Kebijakan stimulus perekonomian ini telah dituangkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19," kata Kepala OJK Regional VIII Bali Nusra, Eliyanus Pongsoda, saat jumpa media di kediaman Gubernur Bali di Jayasabha, Denpasar, Kamis petang.
Eliyanus mengemukakan kebijakan itu diambil juga dengan mempertimbangkan bahwa dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur akan meningkatkan risiko kredit yang berpotensi mengganggu kinerja perbankan dan stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
"Oleh karena itu, untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan khususnya fungsi intermediasi, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi perlu diambil kebijakan stimulus perekonomian sebagai "countercyclical" dampak penyebaran COVID-19," ucapnya.
Eliyanus menambahkan, kebijakan stimulus perekonomian sebagai penangkal dampak penyebaran COVID-19 diterapkan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Adapun kebijakan stimulus perekonomian tersebut menjadi acuan bagi industri perbankan meliputi kebijakan penetapan kualitas aset dan kebijakan restrukturisasi kredit atau pembiayaan
"Kebijakan ini berlaku untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19, termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah," katanya.
Bank, lanjut Eliyanus, dapat memberikan kredit atau pembiayaan dan/atau penyediaan dana lain yang baru kepada debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur usaha mikro, kecil dan menengah.
Baca juga: Wagub Bali ajak Otoritas Jasa Keuangan tingkatkan perekonomian
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan dengan kebijakan dari OJK tersebut akan sangat membantu kreditur sekaligus debitur, khususnya pegawai hotel, travel dan semua pihak terkait untuk bisa melakukan negosiasi penurunan suku bunga dan kemudahan lainnya.
"Dalam kondisi yang serba tidak menentu ini, pihak travel, pengusaha hotel, properti dan swasta dapat melakukan rekonstrukturisasi untuk memperbaiki manajemen bahkan menyusun pelayanan yang lebih baik ke depannya," ujarnya.
Apalagi, lanjut Koster, industri pariwisata yang mengalami penurunan hingga 20 persen dapat digunakan secara bijak oleh pelaku usaha untuk membenahi kondisi di perusahaannya masing-masing.