Bogor (ANTARA) - Menelusuri jalanan Amsterdam, keberadaan kanal-kanal yang membelah wilayah perkotaan menjadi lanskap ikonik kota yang pada akhir Abad ke-12 silam tak lebih dari sebuah perkampungan nelayan.
Disebut sebagai lanskap ikonik karena kanal-kanal tersebut begitu nyata. Bahkan, tak berlebihan jika, kanal-kanal itu disebut sebagai bagian dari jiwa kota terpadat di Belanda itu.
Betapa tidak, di kota yang menyandang status sebagai ibu kota dari negeri yang pernah menjajah Nusantara selama beberapa abad itu, menurut catatan Jennifer Dombrowski di laman Luxe Adventure Traveler, terdapat 165 kanal.
Jika digabungkan, kanal-kanal yang sejak 2010 masuk dalam situs warisan dunia Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) itu memiliki panjang lebih dari 100 kilometer, kata penulis perjalanan asal Amerika itu.
Apa yang membedakan ratusan kanal yang melintasi wilayah kota yang dijuluki Venisia dari Utara ini dengan potret umum sungai-sungai dan danau-danau di Indonesia?
Kontras dengan lanskap sungai-sungai dan danau-danau di Tanah Air yang tak jarang masih dicemari limbah sampah rumah tangga dan industri, sejauh mata memandang, tak ditemukan tumpukan sampah mengapung di permukaan air kanal-kanal di kota itu.
Wajah kanal-kanal Kota Amsterdam yang kini bersih, asri, dan terbebas dari mimpi buruk sampah plastik maupun limbah industri sehingga keberadaannya vital bagi kehidupan perekonomian kota dan warganya itu tidak datang dengan sendirinya.
Bahkan, potret kanal-kanal di kota yang mewarisi kejayaan masa keemasan Belanda di Abad ke-17 tatkala Amsterdam menjadi salah satu pelabuhan penting dunia itu pernah mengalami kondisi yang relatif sama dengan banyak sungai di Indonesia saat ini.
"Kanal-kanal di Kota Amsterdam pernah menghadapi masalah sampah plastik seperti di Indonesia," kata Dennis Zegers dari Tritech Natural BV, perusahaan lingkungan Belanda, kepada delapan wartawan Indonesia, Rabu (19/2).
Dennis lantas menunjukkan potret salah satu kanal Kota Amsterdam pada 1965 yang permukaannya terlihat hitam pekat di mana pada permukaan airnya tampak serakan material mirip sampah dalam bahan presentasi power point-nya pada 19 Februari sore itu.
"Ini kondisi kanal Kota Amsterdam pada 1965," katanya kepada rombongan jurnalis Indonesia yang mengikuti pemaparan tentang keandalan industri pengelolaan sampah dan ekonomi sirkular Belanda di kantor NV Afvalzorg Holding.
Dia pun lantas menyandingkan potret buram kanal Kota Amsterdam pada 1965 dalam bahan presentasinya itu dengan satu foto lain yang menggambarkan kondisi air kanal kota pusat perdagangan dan keuangan Belanda itu saat ini.
Tak sampai di situ saja, Dennis bahkan mengarahkan jarinya ke potret seorang wanita yang mengangkat satu tangannya sembari berenang di kanal Kota Amsterdam.
"Ini Ratu Maxima," katanya sembari menjelaskan latar belakang foto keikutsertaan istri Raja Willem-Alexander itu dalam satu acara amal bertajuk "Renang Kota Amsterdam" pada 9 September 2012.
Apa yang disampaikan Dennis Zegers, karyawan Divisi Pengembangan Proyek Tritech Natural MV ini, tentang kondisi kanal Kota Amsterdam di masa lalu dan kini itu melengkapi presentasinya yang bernas tentang keandalan Belanda dalam manajemen sampah.
Jika Belanda bisa keluar dari lingkaran setan persoalan sampah yang pernah dihadapi kanal-kanal Kota Amsterdam pada masa lalu itu, Indonesia pun pasti bisa melakukan hal yang sama, dan mencapai keberhasilan yang sejak lama telah dicapai Belanda itu.
Namun, untuk bisa mencapai hasil yang sama itu, tak semudah membalikkan telapak tangan. Jalan panjang membentang di hadapan kendati, sebenarnya, Indonesia terus berupaya membersihkan sungai-sungai, danau-danau, dan perairan lautnya dari sampah.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun dalam beberapa kesempatan menyampaikan keinginannya melihat sungai-sungai di Tanah Air bersih seperti di banyak negara di luar Indonesia.
Tak cukup dengan himbauan dan harapan, dalam soal Sungai Citarum, misalnya, Presiden Jokowi bahkan mengeluarkan Perpres Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Sejumlah langkah konkret untuk menindaklanjuti Peraturan Presiden yang ditandatanganinya pada 14 Maret 2018 itu pun telah dan terus dilakukan instansi terkait bersama para pengampu kepentingan lain namun hasilnya belum seperti yang diharapkan.
Untuk mendukung program normalisasi dan renaturalisasi sungai-sungai di Indonesia, sejumlah birokrat di tingkat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diberdayakan melalui pelatihan seperti "Reform Leader Academy" di Lembaga Administrasi Negara.
Para peserta "Reform Leader Academy" (RLA) Angkatan XII Tahun 2018 LAN Jakarta yang diselenggarakan dari 16 April sampai 5 September 2018 dengan tema "Naturalisasi Sungai", misalnya, menggagas rencana aksi "manajemen sungai terpadu".
Gagasan RLA Angkatan VII LAN Jakarta tentang manajemen sungai terpadu itu berupaya mendorong terwujudnya sinergi yang solid antarpemangku kepentingan, penegakan hukum, dan implementasi terintegrasi, serta adanya satu perencanaan dan data.
Dengan demikian, menurut para peserta RLA Angkatan VII LAN Jakarta dalam "policy brief" naskah akademis mereka, diharapkan masalah pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) di Tanah Air dapat ditangani dengan lebih baik.
Langkah konkret yang telah dan akan diambil untuk menangani berbagai permasalahan yang selama berpuluh tahun membebani Sungai Citarum dan Ciliwung maupun sungai-sungai lain di seantero Indonesia perlu terus dilakukan.
Dengan lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang dimiliki Indonesia di mana 30 persen di antaranya melintasi kawasan padat penduduk (RLA LAN, 2018), kerja sama dengan mitra luar negeri, termasuk Belanda, dinilai penting.
Mengapa Belanda? Bangsa ini telah membuktikan keandalannya dalam membebaskan kanal-kanal dan sungai-sungainya dari masalah sampah dan limbah berkat pengalaman profesionalnya dalam manajemen air dan ekonomi sirkular.
Kesempatan kedua negara melanjutkan kerja samanya yang telah berjalan selama ini serta membuka kolaborasi baru antarpelaku industri pengelolaan sampah dan antara pelaku usaha dan pemerintah daerah senantiasa terbuka.
Jalan menuju kerja sama bilateral itu bahkan semakin terbuka luas saat Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima melakukan kunjungan kenegaraannya atas undangan Presiden Jokowi ke Indonesia pada 10-13 Maret 2020.