Denpasar (ANTARA) - Senator atau anggota DPD RI Anak Agung Gde Agung menemui tokoh-tokoh pendidikan di Bali untuk menyerap aspirasi terkait rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim yang akan menghapuskan atau mengganti sistem Ujian Nasional.
"Kami menyerap aspirasi dari para tokoh pendidikan ini, bahwa kesimpulan yang pertama adalah Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun PGRI sebagai pelaku, sangat mendukung penghapusan atau perubahan apapun namanya dari UN itu karena memang dari sejak semula sudah ada keberatan dari pelaksanaan UN," kata Gde Agung saat menyerap aspirasi tokoh pendidikan, di Gedung Prajasabha, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, Senin.
Menurut dia, dari wacana atau rencana Mendikbud untuk menghapuskan UN, yang terpenting tindak lanjutnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya harus diterbitkan petunjuk teknis maupun kurikulum yang harus menyesuaikan dengan kebijakan baru tersebut.
"Demikian juga dengan penerimaan peserta didik baru jika UN dihapuskan, setelahnya apa yang akan dijadikan dasar untuk naik ke jenjang pendidikan berikutnya?. Apalagi akan ada 'assessment' atau penilaian yang akan dilakukan di kelas IV, VIII dan XI, apakah ini bisa atau bagaimana? Ini harus segera ada petunjuk dari pusat dan masukan yang kami dapat akan segera disuarakan ke pusat," ucapnya.
Gde Agung yang dipercaya duduk di Komite III DPD RI yang membidangi urusan pendidikan, agama, kebudayaan, pariwisata, kesehatan, dan sebagainya itu, mengaku bidang tugasnya sebagai senator di Komite III sangat pas dengan bidang-bidang yang ditekuni sebelumnya.
Dari aspirasi soal pendidikan yang diserap tersebut, selanjutnya akan disampaikan dalam pembahasan di Komite III, kemudian dalam rapat dengar pendapat dengan jajaran Kemendikbud, ataupun dengan PGRI. "Yang ketiga, tentu akan disampaikan dalam rapat paripurna DPD RI," ujar mantan Bupati Badung itu.
Baca juga: Kemendikbud pastikan UN diganti
Dalam kesempatan itu, Gde Agung pun menyampaikan terima kasih kepada jajaran Pemerintah Provinsi Bali yang telah memfasilitasinya untuk bertemu dengan para tokoh pendidikan di Pulau Dewata tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa mengatakan pihaknya sangat memerlukan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan.
"Karena dibutuhkan sosialisasi kepada orang tua murid, jangan sampai ada yang mengatakan kami tidak tahu, tidak dengar informasi dan sebagainya. Itu yang nantinya ditindaklanjuti dengan peraturan gubernur," ucapnya.
Ujian Nasional, menurut Boy juga tidak bisa berdiri sendiri, karena sangat terkait dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB).
"Mudah-mudahan Januari 2020 sudah ada keputusan petunjuk teknisnya. Kami membuat peraturan gubernur, sedangkan di kabupaten/kota itu peraturan bupati/wali kota. Setelah itu ada, baru kami bisa sosialisasi ke orang tua murid," ujarnya.
Menurut Boy, biasanya petunjuk teknis UN dan PPDB sudah turun sekitar bulan Desember, jadi pihaknya pada Januari sudah bisa bergerak menyusun peraturan gubernur.
"Banyak sekali kaitannya, khususnya mengenai pembagian zonasi sekolah. Kalau itu tidak ada, nanti orang tua akan mengatakan ada yang tidak masuk zonasi, berada di blank spot. Kami berharap bisa segera," ucapnya.
Boy mengatakan memang UN nantinya tidak ada kaitan dengan kelulusan, tetapi sangat terkait dengan penerimaan peserta didik baru (PPDB), khususnya yang dari jenjang SMP ke SMA.
Baca juga: Mendikbud: UN masih ada pada 2020
Hal senada disampaikan Kadis Dikpora Kabupaten Bangli Nengah Sukarta yang juga mengharapkan agar segera diterbitkan juknis soal PPDB.
"Kami perlu juknisnya lebih awal karena PPDB selama ini selalu menjadi masalah. Dengan lebih awal diterima, maka bisa disosialisasikan lebih cepat juga," kata Sukarta.
Sedangkan Ketua PGRI Bali I Gede Wenten Aryasudha berpendapat bahwa sistem Ujian Nasional perlu diubah (bukan dihapus), tidak menentukan kelulusan.
"Namanya juga diubah karena Ujian Nasional sudah telanjur melekat dan menyeramkan bagi para siswa," ucapnya.
Yang tidak kalah penting, lanjut Wenten, juga harus disatukan kurikulum yang digunakan karena selama ini masih dua yakni Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Baca juga: Ombudsman Bali: masih ada pengawas UN bawa ponsel
Dalam kesempatan tersebut, sekaligus juga diserap aspirasi soal keolahragaan yang disampaikan Ketua KONI Bali, perwakilan Federasi Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (Formi) Bali serta soal pembinaan atlet penyandang disabilitas di Bali.