Tangerang Selatan (ANTARA) - Tim sepeda gunung Batik Air Racing Team (BART) yang mengikuti Trophy of Nations Enduro World Series (EWS) 2019 di Finale Ligure Italia, 28-29 September, mengaku sempat kesulitan dalam menyelesaikan seluruh etape kejuaraan tersebut.
Menurut atlet BART yang bertanding di nomor Rider Trophy Individual Men yaitu Yoris Sahara, medan di Finale Ligure berupa kawasan perbukitan batu karang yang terletak di bibir pantai dan belum pernah ia jajal sebelumnya, mengharuskan para atlet untuk memiliki stamina yang jauh melebihi pertandingan biasanya.
"Itu 'race' terberat yang pernah saya ikuti. Hanya ada dua hari latihan dan mempelajari karakter trek. Saya sempat merasa tidak kuat dan beberapa kali harus minta bantuan untuk diberikan peredam nyeri otot," kata Yoris dalam konferensi pers di Bintaro, Tangerang Selatan, Kamis.
Baca juga: Klasemen hingga etape keempat BRI Tour d'Indonesia
Namun atlet asal Ciamis Jawa Barat yang biasa melakoni sepeda gunung ini tidak mau menyerah dan ingin menyelesaikan kelima etape mengingat ia menjadi wakil pertama dari Indonesia yang berkesempatan berlomba di EWS.
Meski medan sulit dan cuaca panas menyengat, Yoris pun akhirnya bisa menyelesaikan balapan di peringkat ke-55 dari total 108 peserta, dengan empat di antaranya tidak finis atau Did Not Finish (DNF).
"Alhamdulillah meski sempat putus asa akhirnya bisa sampai garis finis. Itu memberikan kesan yang sangat membanggakan bagi saya. Selain punya pengalaman baru dan mewakili Indonesia, juga dapat banyak pelajaran baru dari pebalap negara lain," kata Yoris.
Sementara pelatih tim BART Ical Hardiyana yang ikut serta menemani Yoris, juga tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan turun di nomor Master (+40 tahun).
Ical menceritakan, trek di Finale Ligure di luar bayangan tim BART karena belum pernah menjumpai medan perbukitan batu karang pada kejuaraan yang pernah diikuti selama ini.
Baca juga: Tim Belanda nyatakan datang untuk menang
"Saya akui tingkat kesulitannya sangat sulit, sangat berbeda dari medan pegunungan yang ada di sini, Malaysia, atau Nepal. Itu jadi pengalaman baru buat kami," ujar Ical.
Ical yang menaiki sepeda gunung "Yeti" itu juga sempat terjatuh karena tidak bisa memprediksi medan yang ada di depannya.
"Pas treknya menurun, saya tidak tahu ternyata di depan ada jalur yang patah, langsung 'drop' ke bawah. Itu tingginya sekitar dua meter lebih. Karena saya tidak siap akhirnya jatuh, ini masih bengkak sampai sekarang," ujar Ical sembari menunjukkan cedera di lutut kaki kanannya.
Meski harus cedera dan finis di urutan ke 48 dari 65 peserta, namun Ical mengaku senang karena bisa membawa nama Indonesia dalam kancah perlombaan sepeda enduro kelas elit dunia.
Dari 21 negara yang mengikuti EWS 2019, Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara Asia yang mengikuti kejuaraan tersebut, dengan dua negara lainnya ialah Jepang dan Korea Selatan.