Denpasar (Antaranews Bali) - Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, menyidangkan terdakwa Ketut Suryana (52), karena diduga melakukan korupsi uang Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPTHB) maupun Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Tabanan.
"Terdakwa selaku Staf pengadministrasian umum pada UPT PBB Kecamatan Kerambitan dan Kecamatan Selamadeg Timur, Kabupaten Tabanan, melawan hukum tidak membayarkan pajak BPTHB dan PBB-P2, sehingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp138,95 juta," kata Jaksa penuntut umum (JPU) Putu Nuriyanto di Denpasar, Rabu.
Dalam sidang sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Made Sukereni itu, JPU menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus yang menjerat terdakwa ini bermula dari adanya wajib pajak bernama Desak Putu Eka Sutrisnawathy meminta tolong kepada terdakwa pada September 2017 untuk mengurus pembayaran pajak penjualan dan pembelian tanah.
Dalam perjalanan, setelah saksi bertemu terdakwa di kantor tempat terdakwa bekerja dan menyerahkan dokumen seperti foto copy KTP dan KK penjual tanah atas nama I Gede Tiasa/I Wayan Suweca dan pembeli atas nama Desak Putu Eka Sutrisnawathy serta foto copy perjanjian pengikat jual beli atau PPJB tertanggal 15 November 2016 di Notaris Putu Harmita itu.
Terdakwa meminta saksi untuk datang ke Kantor Badan Keuangan Daerah Tabanan untuk meminta lembar informasi data pembayaran PBB atas nama I Gede Tiasa/I Wayan Suweca dan berkas lainnya dan uang pembayaran pajak sebesar Rp232,2 juta, pada 6 September 2017.
Kepada saksi, terdakwa mengatakan uang tersebut dipergunakan? untuk melakukan pengurusan proses pembayaran pajak PBB, PPH, dan BPHTB atas nama saksi selaku pemohon.
Namun, kenyataannya, uang yang telah diserahkan korban, justru tidak disetorkan terdakwa dan digunakan untuk kepentingan pribadinya yakni biaya operasi kelahiran menantunya sebesar Rp10 juta dan membiayai upacara tiga bulanan cucu terdakwa sebesar Rp57 juta.
Uang itu, juga digunakan terdakwa untuk membayar utang dari pelaksanaan upacara pernikahan anak terdakwa sebesar Rp50 juta dan membayar utang di Bank Mahaboga dan Bank Permata di Kerobokan, Badung.
Kasus yang dilakukan terdakwa itu terungkap, saat proses permohonan penerbitan akta jual beli dengan Nomor 434/2017 yang semula diurus terdakwa di notaris ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tabanan untuk proses peralihan hak ditolak BPN karena kelengkapannya tidak memenuhi syarat.
Kemudian, terdakwa memalsukan bukti setor pajak, sehingga belum ada penyetoran ke kas negara atau daerah untuk pembayaran pajak BPHTB sebebesar Rp109,5 juta dan PBB-P2 sebesar Rp29,4 juta. (WDY)