Denpasar (Antaranews Bali) - Calon Gubernur Bali terpilih Wayan Koster mengatakan ajang "simakrama" atau temu wicara dengan masyarakat yang hampir 10 tahun dilaksanakan Gubernur Bali Made Mangku Pastika, untuk "nasib" ke depannya tergantung kebutuhan.
"Kalau simakrama `kan modelnya macam-macam ada, tergantung kebutuhan," kata Koster singkat, usai menghadiri Rapat Istimewa DPRD Bali tentang Pengumuman Hasil Penetapan Pasangan Calon Gubernur dan Wagub Bali Terpilih, di Denpasar, Senin.
Menurut dia, yang menjadi prioritasnya adalah terkait dengan legislasi, terutamanya merevisi atau mengganti UU No 64 tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT menjadi UU tentang Provinsi Bali.
Kemudian merevisi Perda Provinsi Bali No 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman. Di samping itu, akan segera disusun pula Ranperda maupun Ranpergub tentang perlindungan/pelestarian dan pemanfaatan hutan (implementasi nilai-nilai Wana Kertih), Ranpergub tentang penggunaan huruf Bali pada perkantoran dan fasilitas publik dan Ranpergub tentang "rahina mabasa Bali dan rahina mabusana Bali".
Ada juga Ranpergub tentang kewajiban hotel dan restauran menggunakan produk pertanian lokal bali, Ranperda/Ranpergub tentang pelarangan menggunakan pembungkus yang dibuat dari plastik, Ranperda/Ranpergub tentang perlindungan tenaga kerja lokal, serta Ranpergub tentang pendidikan PAUD berbasis keagamaan Hindu dan berbahasa Bali.
"Kami juga akan fokus untuk pembangunan infrastruktur darat, laut dan udara secara terintegrasi," ucap Koster yang didampingi Cawagub Bali terpilih Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati itu.
Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan terkait ajang "simakrama" yang selama ini telah rutin dilaksanakan setiap akhir bulan itu, kalau memang dianggap masih perlu, dipersilakan untuk dilanjutkan.
"Kalau Beliau menganggap perlu silakan, kalau tidak ya `nggak apa-apa, karena setiap pemimpin itu ada zamannya, setiap zaman ada pemimpinnya. Jadi beda-beda, tidak perlu bertatap muka, pakai gadget bisa," ucapnya.
Pastika tidak memungkiri, untuk bertemu dengan masyarakat saat ini belum tentu juga harus dengan tatap muka karena dengan bantuan teknologi semua bisa diakomodasi.
Namun, menurut Gubernur Bali yang akan mengakhiri jabatannya pada 29 Agustus 2018 itu, kalau mau "good governance dan clean government" maka "simakrama" harus ada, tidak bisa tidak.
"Ini rakyat dapat menyampaikan aspirasinya, kritiknya, kecamannya, usulnya dengan semangat menyamabraya (persaudaraan)," ujar Pastika. (WDY)