Kuta (Antaranews Bali) - Pengelola Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, siap mengurug enam hektare kawasan perairan yang akan dibangun apron di sisi barat bandara untuk mengakomodasi tingginya lalu lintas penerbangan mendukung pelaksanaan pertemuan IMF dan Bank Dunia, Oktober 2018.
"Sekarang pekerjaan reklamasi belum dimulai. Kami masih menunggu semua perizinan lengkap, baru kami mulai mengerjakan pekerjaan reklamasi," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Arie Ahsanurrohim di bandara setempat di Kuta, Bali, Selasa.
Menurut Arie, pihaknya sedang menunggu salinan izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Kabarnya sudah ditandatangani Jumat (27/4) kemarin tetapi kami belum terima salinan. Tetapi informasi, sudah ditandatangani Menteri Lingkungan Hidup," katanya.
Sedangkan izin lokasi, lanjut dia, pihaknya sudah mengantongi izin tersebut yang didapatkan dari Pemerintah Pusat di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Perhubungan.
"Kami fokus mengajukan izin pelaksanaan reklamasi karena salah satu syarat mendapatkan izin reklamasi yakni sudah mendapatkan izin lokasi dan lingkungan," imbuh Arie.
Pengerjaan apron di sisi barat bandara atau Paket I, kata dia, saat ini baru memasuki sekitar 1,9 persen yang dikerjakan oleh kontraktor BUMN Perseroan Terbatas Pembangunan Perumahan (PP) Tbk.
Saat ini tahapan tersebut meliputi tahap persiapan desain dan membangun akses orang dan kendaraan yang akan mengangkut material proyek.
Apron sisi barat bandara dengan mengurug sekitar enam hektare kawasan perairan itu diharapkan dapat menampung sekitar tiga pesawat berbadan besar atau enam pesawat berbadan kecil khususnya dalam jangka pendek untuk mengakomodasi jelang pertemuan IMF dan Bank Dunia.
Sementara itu dari pemerintah daerah di Bali, lanjut dia, pihaknya sudah diberikan pertimbangan teknis terkait izin lokasi.
Sedangkan untuk izin reklamasi, pihaknya juga sudah melakukan konsultasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali terkait pertimbangan teknis untuk izin pelaksanaan reklamasi itu.
"Apa pun itu kami akan tetap melaksanalan konsultasi ke Pemprov Bali sebagai syarat pelengkap atau pun dalam hal nanti diperlukan pertimbangan teknis kembali untuk izin pelaksanaan reklamasi mendatang," ucapnya.
Reklamasi seluas enam hektare tersebut merupakan tahap awal untuk jangka pendek mengakomodasi tingginya lalu lintas penerbangan jelang pertemuan IMF dan Bank Dunia dari rencana perluasan apron barat untuk jangka panjang seluas 48 hektare.
Mengingat reklamasi merupakan hal yang sangat sensitif, Arie mengatakan pihaknya juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat di tiga desa sekitar bandara di antaranya Desa Kelan dan Tuban.
"Pada prinsipnya mereka menyetujui proses perluasan apron sisi barat dengan reklamasi dengan berbagai catatan," ucapnya.
Catatan tersebut, kata dia, sangat konstruktif karena semua harus melalui kajian analisis dampak lingkungan atau amdal, tidak boleh berdampak dengan tempat ibadah, tidak mengorbankan tanah desa adat dan tidak dibatasi akses desa adat melakukan ritual "melasti" atau penyucian diri dan sarana upakara yang dilakukan di pantai.
"Kami semua sudah komitmen dalam hal terjadi dampak serius, kecil atau besar semua adalah tanggung jawab kami selaku pemrakarsa pembangunan fasilitas di bandara," ucapnya.
Sedangkan Desa Kuta juga akan dilakukan sosialisasi dalam waktu dekat sembari menunggu proses transisi pergantian pemimpin desa adat tersebut.
Pengerjaan proyek Paket I merupakan satu dari tiga proyek besar di bandara tersebut yang semuanya dikerjakan oleh kontraktor BUMN.
Untuk Paket II, lanjut Arie, meliputi pembangunan apron di sisi timur bandara yang saat ini sudah mencapai 20,7 persen ysng dikerjakan Nindya Karya.
Sedangkan Paket III yakni pembangunan gedung VIP I dan II yang dikerjakan oleh kontraktor Amarta Karya (Amka) yang saat ini proses pengerjaannya sudah mencapai lima persen.
Sejumlah fasilitas lainnya juga direlokasi sebagai imbas pengembangan apron barat dan timur di antaranya pembangunan markas Pangkalan Udara Ngurah Rai dan pembangunan sarana pengelolaan limbah yang menelan anggaran total mencapai Rp2,2 triliun.
Seluruh tahapan pengerjaan proyek tersebut ditargetkan selesai pada Agustus 2018 atau dua bulan sebelum pelaksanaan pertemuan IMF dan Bank Dunia di Nusa Dua, Bali. (*)