Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Denpasar I Gusti Ngurah Bagus Mataram di Denpasar, Jumat, mengatakan lomba pembuatan "Ogoh-ogoh" yang diikuti oleh "sekaa teruna" (kelompok pemuda) masing-masing banjar adalah sebagai bentuk mewujudkan kreativitas dalam seni budaya Bali.
"Sejak dibuka pendaftaran pembuatan lomba `Ogoh-ogoh` pada 22 Januari sampai 22 Pebruari 2018 terdapat 182 peserta yang telah mendaftar," ujarnya didampingi Kabid Kebudayaan I Made Wedana.
Ia mengatakan dari jumlah tersebut terdiri 48 peserta dari Kecamatan Denpasar Utara, 38 peserta Kecamatan Denpasar Barat, 38 peserta Kecamatan Denpasar Selatan dan 58 peserta dari Kecamatan Denpasar Timur.
"Dari lomba tersebut nantinya terdapat 32 pemenang dengan komposisi delapan `sekaa` di masing-masing kecamatan dan berhak mendapatkan uang pembinaan sebesar Rp10 juta. Kendati demikian, sekaa yang sudah pernah mendapatkan nominasi selama dua tahun berturut-turut akan tidak diikutsertakan dalam penilaian lomba," ucapnya.
Ia menjelaskan semua peserta lomba termasuk 32 pemenang lomba akan melakukan pawai dan rutenya telah ditentukan masing-masing desa dan kelurahan. Hal ini baik untuk menjaga keamanan terlebih lagi tahun ini merupakan tahun politik.
Ngurah Mataram mengatakan pelaksanaan pawai "Ogoh-ogoh" tersebut di masing-masing desa dan kelurahan sudah dilaksanakan sejak tahun 2014.
"Dinas Kebudayaan hanya melakukan penilaian terhadap "ogoh-ogoh` yang telah dibuat oleh masing-masing sekaa teruna," ujarnya.
Untuk syarat lomba, menurut Ngurah Mataram, Bahwa "Ogoh-ogoh" yang akan di seleksi yakni tidak menggunakan styrofoam atau gabus dan spons, harus dibuat dengan bahan ramah lingkungan seperti ulat-ulatan bambu, kayu, kertas, guungan, bedeg, rotan, atau penyalin.
Begitu juga bentuk dan tinggi "Ogoh-ogoh" minimal tiga meter dan maksimal 5,5 meter di atas permukaan tanah atau lantai. Begitu juga kawat jaring hanya boleh digunakan pada aksesoris "kamen" (berbentuk kain), saput, selendang, dan rambut. Dan karet sandal hanya boleh pada gelang, kamen. dan bandong.
"Kenapa tidak boleh menggunakan styrofoam karena di situ ketika mengayam bambu ada sifat gotong-royong. Selain juga kita kembali menjaga budaya Bali, dan `ogoh-ogoh` ini menjadi ajang pergaulan dan tukar pikiran tentang rancang bangun membuat teknik boneka raksasa itu," katanya.
Dikatakan, tidak hanya teknik rancang bangun (desain), tetapi juga filosofi agama Hindu yang menjadi dasar dalam pembuatan "Ogoh-ogoh" tersebut.
"Pemerintah Kota Denpasar sangat komitmen terhadap ekonomi kreatif berwawasan budaya. Karena itu pemkot memberikan bantuan sebesar Rp3,5 juta semua warga masyarakat untuk pengembangan ekonomi kreatif, salah satunya pembuatan `Ogoh-ogoh`," katanya Ngurah Mataram. (WDY)