Denpasar (Antara Bali) - Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Provinsi Bali mengimbau wajib pajak untuk sukarela mengungkapkan aset yang belum dilaporkan dalam SPT 2015 sebelum menjadi temuan otoritas perpajakan.
Kepala DJP Kanwil Provinsi Bali Goro Ekanto di Denpasar, Selasa, mengatakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165 tahun 2017, mengatur prosedur perpajakan bagi Wajib Pajak yang belum melaporkan aset belum diungkap.
Menurut dia, prosedur yang disebut pengungkapan aset secara sukarela dengan tarif final atau PAS-Final itu memberi kesempatan bagi seluruh Wajib Pajak yang memiliki harta yang masih belum dilaporkan dalam SPT 2015 maupun surat penyampaian harga (SPH).
Dia menjelaskan aset yang dapat diungkapkan adalah aset yang diperoleh wajib pajak sampai dengan 31 Desember 2015 dan masih dimiliki pada saat tersebut.
Caranya, lanjut dia, dengan membayar pajak penghasilan dengan tarif 30 persen untuk wajib pajak orang pribadi umum dan badan umum (25 persen).
Selain itu untuk wajib pajak orang pribadi/badan tertentu atau penghasilan usaha atau pekerjaan bebas dengan nilai kurang dari atau sama dengan Rp4,8 miliar dan atau karyawan dengan penghasilan kurang dari atau sama dengan Rp632 juta dikenakan tarif 12,5 persen.
Goro menambahkan, mengingat pengungkapan dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak sebelum aset tersebut ditemukan oleh Ditjen Pajak, maka ketentuan sanksi dalam Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak tidak berlaku bagi yang memanfaatkan kesempatan itu.
Prosedur PAS-Final, lanjut dia, dapat dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Final, dilampiri dengan Surat Setoran Pajak dengan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 422 ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Goro mengatakan prosedur tersebut hanya dapat dimanfaatkan selama Ditjen Pajak belum menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) Pajak sehubungan dengan ditemukannya data aset yang belum diungkapkan.
Sebelumnya, lanjut dia, Ditjen Pajak sejak tahun 2012 melakukan penghimpunan data berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2012 yang diperoleh dari instansi, lembaga, asosiasi dan pihak lain.
Ditjen Pajak, ucap dia, terus melakukan proses pencocokan data antara data yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT dan SPH dibandingkan dengan data pihak ketiga yang diterima serta menghimpun ratusan jenis data dari 67 instansi baik pemerintah maupun swasta yang sesuai Undang-Undang wajib memberikan data secara teratur kepada Ditjen Pajak.
Kantor Wilayah Ditjen Pajak Bali, kata dia, telah bersinergi dengan Pemprov Bali serta kabupaten/kota se-Bali dalam rangka penghimpunan data tersebut.
Selama tahun 2017, jumlah data yang telah diperoleh sebanyak 72 jenis data di antaranya izin usaha, izin penangkapan ikan, izin pertambangan, perkebunan dan kehutanan.
Selain itu izin mendirikan bangunan, data pelanggan PLN, data transaksi pengalihan tanah data kepemilikan kendaraan bermotor, hotel, restoran, dan lainnya.
Goro menuturkan saat ini Ditjen Pajak juga telah diberikan kewenangan sesuai UU Nomor 9 Tahun 2017 untuk mengakses data keuangan yang dimiliki lembaga keuangan seperti perbankan dan pasar modal.
Selanjutnya mulai tahun 2018, lembaga keuangan akan secara rutin memberikan data keuangan kepada Ditjen Pajak, termasuk data keuangan dari 100 negara lain yang telah sepakat bertukar informasi keuangan dalam rangka memerangi pelarian pajak lintas negara.
Oleh karena itu Ditjen Pajak mengimbau semua Wajib Pajak baik yang belum dan yang sudah ikut Amnesti Pajak masih memiliki aset yang belum diungkap atau dilaporkan dalam SPT Tahunan maupun SPH untuk segera memanfaatkan prosedur PAS-Final itu. (WDY)