Denpasar (Antara Bali) - Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra menilai, lembaga penyiaran seperti radio dan televisi di Bali mempunyai peranan penting dalam menghidupkan atau merevitalisasi tradisi pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu, khususnya "kidung dan kekawin".
"Seni melantunkan teks sastra sekaligus memberikan arti baris demi baris yang sempat sepi peminat, kembali semarak berkat siaran kidung interaktif di radio dan televisi dalam dua dekade terakhir," kata pengamat sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana di Denpasar, Minggu.
Penilaian tersebut disampaikan terkait pelaksanaan Utsawa Dharma Gita, pembacaan ayat-ayat suci agama Hindu tingkat Nasional yang bersamaan dengan pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-33 tahun 2011.
Dikatakan, tradisi melantunkan tembang dan memberikan arti dikenal dengan "mabebasan" awalnya merupakan hiburan bagi sejumlah kecil penggemar sastra dan pengiring kegiatan ritual.
Sejalan dengan perkembangan media massa elektronik yang bebas melaksanakan program interaktif, kegiatan "mabebasan" atau juga dikenal "masanthi" muncul di radio dan program televisi.
"Biasanya gita shanti muncul di panggung ritual, dalam dua dekade terakhir juga semarak muncul di panggung elektronik," ujar Darma Putra.
Ia menambahkan, jika dulu, kegiatan "mabebasan" hanya ditekuni orang tua laki-laki, namun kini banyak wanita orang tua, bahkan anak-anak muda.
Menurutnya perkembangan tradisi kidung lewat radio dan televisi di Bali menolak opini umum yang mengganggap media massa elektronik cenderung mempromosikan budaya global dari pada budaya lokal.
Belasan radio pemerintah dan swasta di seluruh Bali menyiarkan acara kidung interaktif, serta dua stasisun televise yaitu Bali TV dan TVRI Bali.
Pendengar bisa menelpon ke studio saat program berlangsung dan menembangkan lagu atau pupuh dari
rumah, sementara penyair di studio memberikan arti baris demi baris. Lelucon atau kritik sosial biasanya diselipkan pada saat kidung interaktif.
Tema tembang dalam panggung elektronik biasanya disesuaikan dengan sifat media massa yaitu topikal, aktual, dan ringkas.
Prof Darma Putra lebih dari 15 tahun meneliti fenomena kidung interaktif, tema kidung interaktif banyaknya yang sejalan dengan wacana publik di media massa, seperti pesan anti-narkoba, pencegahan rabies, dampak negatif siaran televisi, keamanan dan hidup hemat.
"Pesan-pesan itu kerap dihubungkan dengan ajaran-ajaran moral dan agama," tutur Prof Darma Putra seraya menambahkan, seniman Bali atau penggemar "gita shanti" cukup kreatif menjadikan "kidung" sebagai sarana untuk menyampaikan pesan sosial, seperti pesan pemerintah menyukseskan sensus ekonomi dan mensukseskan pemilihan umum.
"Pesan-pesan itu terasa lebih menyentuh jika ditembangkan," ujar Darma Putra, penulis buku A Literary Mirror, Balinese Reflections on Modernity and Identity in the Twentieth Century (KITLV Press, 2011).(*)
Lembaga Penyiaran Berperan Menghidupkan Kidung
Minggu, 19 Juni 2011 16:27 WIB