"Dengan NPG ini akan memudahkan transaksi karena kartu dapat diterima di semua tempat," kata Kepala Pusat Program Transformasi Bank Indonesia Onny Widjanarko di Denpasar, Jumat.
Menurut Onny, dengan prinsip NPG maka alat pembayaran seperti kartu ATM, debit, dan uang elektronik dapat diproses dalam satu jaringan dan satu sarana.
Sedangkan skema yang kebanyakan berlaku saat ini yaitu setiap alat pembayaran seperti kartu ATM, debit, dan uang elektronik hanya dapat diproses jaringan dan sarana dari bank dan penerbit alat pembayaran itu.
Biaya transaksi pembayaran di Indonesia tanpa NPG juga tergolong tinggi yakni berkisar 1,6 hingga 2,2 persen.
Onny menambahkan dengan NPG, maka biaya transaksi pembayaran dapat ditekan hingga mencapai satu persen dan kartu dengan logo internasional sebesar 1,15 persen.
Dengan NPG pula, lanjut Onny, diharapkan dapat menjaga keamanan data dan transaksi nasabah domestik karena kartu dari penerbit bank dalam negeri berlogo internasional apabila melakukan transaksi dalam negeri, tidak diproses di Indonesia melainkan di luar negeri.
Meski demikian, lanjut dia, bukan berarti NPG akan mematikan bisnis kartu dari penerbit internasional karena NPG juga akan memberikan segmen kartu dan mereka memproses transaksi kartu bank dalam negeri dengan logo internasional di Indonesia.
Caranya, kata Onny, prinsipal internasional tersebut harus mendirikan anak perusahaan di Indonesia dengan porsi kepemilikan saham mencapai 20 persen milik pemain global itu dan 80 persen milik saham domestik.
"Ini kami kembalikan ke Indonesia dan mereka tetap boleh menerbitkan yang ada logo dan masih boleh kartu yang asal dari luar negeri di proses di Indonesia," ucapnya.
Untuk itu bank sentral, lanjut dia, akan meningkatkan kemampuan empat lembaga Indonesia yang menyelenggarakan pemrosesan transaksi pembayaran ATM atau "switching" untuk transaksi debit.
Empat lembaga itu yakni Rintis dengan logo Prima, Artajasa dengan logo ATM Bersama, Jalin dengan logo Link dan Alto dengan logo sama yakni Alto.
Sementara itu Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Causa Iman Karana mengatakan dengan NPG maka potensi penerimaan negara dari pajak tidak lari ke luar negeri.
"Jangan sampai transaksi di sini tetapi `fee` (keuntungan) ke luar negeri sehingga pajak hilang," ucapnya.
Pria yang akrab disapa CIK itu dalam sambutannya menambahkan jumlah kartu ATM atau debit berdasarkan data akhir tahun 2016 di Indonesia mencapai 136,1 juta dengan 90 persen di antaranya berlogo internasional dan 10 persen diantaranya berlogo domestik atau label swasta di Indonesia.
Dia menambahkan sekitar 127,7 juta kartu debit atau 90 persen transaksinya masih pemindahbukuan dan 10 persen diantaranya transaksi via "switching" internasional.
Dengan NPG, Indonesia akan memiliki logo domestik, sebagai identitas kedaulatan nasional yang dapat diterima dan diproses di seluruh toko di wilayah NKRI dengan cakupan penerimaan yang luas dengan harga yang wajar, efisien, inovatif dan mampu bersaing dengan logo internasional.
BI menargetkan pada Juni 2018 seluruh kartu dari semua bank dapat diterima di seluruh mesin dari bank manapun di Indonesia. (Dwa)