Kemenkumham Ambil Peran Besar Proses Hukum Anak Bermasalah

Ilustrasi - Pemerintah Kabupaten Karangasem bersama Kejaksaan Negeri Amlapura menandatangani Naskah Kesepakatan Bersama (MoU) tentang Penanganan Masalah Hukum Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara bertempat di Ruang Pertemuan Bupati Karangasem (Antara

Amlapura (Antara Bali) - Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Penguatan Reformasi dan Birokrasi Hari Tam Tomo menegaskan bahwa kementeriannya mengambil peran yang lebih besar dalam proses hukum terhadap anak bermasalah atau Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH).

"Hal itu sesuai dengan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak," katanya pada pembukaan Masa Orientasi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (Good, Trust, Smart) atau `MoAG` di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas ll Karangasem, Bali, Jumat.

Ia mengatakan, setiap anak memiliki empat hak dasar, termasuk anak yang berada di LPKA, yakni hak hidup, hak tumbuh kembang, hak partisipasi dan hak perlindungan.

"Kami minta semua simbol-simbol kekerasan dan kekuasaan yang ada harus dihapus, sehingga diharapkan nantinya LPKA dapat menjadi rumah kedua bagi anak tersebut, yaitu paradigma baru LPKA ramah keluarga," ujar Tam Tomo.

Dalam kesempatan itu, penandatanganan MoU antara pihak LPKA Karangasem dan Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar dilakukan oleh Kepala LPKA Karangasem Haryoto bersama Dekan Fakultas Hukum Undiknas Denpasar Dr. Anak Agung Ayu Ngurah Sri Rahayu Gorda yang disaksikan Wakil Bupati Karangasem Artha Dipa.

Kepala LPKA Kelas II Karangasem Haryoto melaporkan, kegiatan orientasi yang dilaksanakan itu bertujuan untuk mengenalkan hak-hak dan kewajiban bagi anak, membentuk karakter anak supaya lebih mandiri.

Selain itu membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas, serta mengubah pola masyarakat tentang anak yang berada di LPKA agar memiliki pola pikir yang positif.

"Sehubungan dengan berubahnya nomenklatur dari Lembaga Pemasyarakatan Anak menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak, maka pola pikir pembinaan untuk anak juga mengalami perubahan yang sebelumnya hanya fokus kepada pembinaan kemandirian, sekarang lebih meluas tentang masa depan anak setelah mereka bebas dari LPKA, seperti pendidikan formal maupun non formal serta keterampilan kemandirian," katanya. (WDY)