Denpasar (Antara Bali) - Satuan Tugas Waspada Investasi menyatakan bahwa sertifikat Bank Indonesia yang menjadi modus UN Swissindo dalam menjalankan aksinya sebagai jaminan pelunasan utang debitur adalah palsu.
"Sertifikat Bank Indonesia tidak memiliki fisik sehingga SBI yang dimiliki oleh UN Swissindo adalah bukan instrumen yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia atau dalam hal ini UN Swissindo telah menciptakan dokumen baru yang diduga palsu," kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing ditemui di kantor OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara di Denpasar, Kamis.
Tongan yang juga Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan OJK itu meminta kepada masyarakat agar mewaspadai kegiatan UN Swissindo yang berdalih menawarkan janji pelunasan kredit.
Ia mengatakan saat ini kegiatan UN Swissindo telah menyebar ke sejumlah daerah termasuk Bali sehingga pihaknya menekankan agar tidak mudah tergiur dengan penawaran perusahaan itu karena melanggar hukum.
"Karena tidak sesuai dengan mekanisme pelunasan kredit ataupun pembiayaan yang lazim berlaku di perbankan dan lembaga pembiayaan," katanya.
Tongam mengatakan pihaknya telah melaporkan hal tersebut kepada Bareskrim Polri terkait laporan kegiatan perusahaan itu pada 13 September 2016 termasuk meminta UN Swissindo menghentikan kegiatan yang menjanjikan pelunasan kredit.
Pihaknya juga telah menyurati Bareskrim Polri pada 27 September 2016 untuk memanggil UN Swissindo, nasabah dan perbankan.
Sementara di Bali, Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Zulmi sebelumnya menjelaskan bahwa hingga saat ini sudah ada 11 bank umum dan BPR di Bali yang melaporkan bahwa UN Swissindo berupaya mengajak sejumlah debitur mereka untuk tidak melunasi hutang.
Bahkan nasabah BPD Bali di Kabupaten Karangasem berjumlah sekitar empat orang sudah tergiur dengan janji perusahaan itu dengan nilai kredit mencapai dari ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Selain Bali, beberapa daerah sudah disasar perusahaan itu yakni Jambi, Cirebon, Tasikmalaya, Purwokerto, Bengkulu, Kalimantan Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Pekanbaru, Kalimantan Timur, Tegal, Cianjur, Bandung dan Sulawesi Selatan.
Daerah yang paling banyak terdampak perusahaan itu yakni di Jambi sebanyak 11 nasabah sebesar total Rp1,3 miliar, Cirebon sebesar Rp4,02 miliar dengan 76 nasabah dan Purwokerto sebesar Rp2,5 miliar dengan 25 nasabah. (WDY)