Denpasar (Antara Bali) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mendorong kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank untuk melaporkan transaksi keuangan tunai dan mencurigakan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Kepala Divisi Sistem Pembayaran Pengelolaan Uang Rupiah dan Layanan Administrasi Bank Indonesia Bali Zulfan Nukman saat acara sosialisasi peraturan terbaru terkait kegiatan usaha penukaran valuta asing (KUPVA) di Denpasar, Selasa, menjelaskan laporan itu dilakukan mengingat KUPVA bukan bank, sehingga rentan digunakan sebagai modus kejahatan, seperti pencucian uang serta pendanaan untuk narkoba dan terorisme.
"Salah satunya dengan melakukan pencatatan identitas nasabah serta menyampaikan laporan transaksi keuangan tunai dan mencurigakan kepada PPATK," katanya.
Penyalahgunaan tersebut, lanjut dia, pernah diduga dilakukan oleh KUPVA bukan bank di Batam sehingga hal tersebut merugikan aktivitas KUPVA legal serta merugikan masyarakat.
Sementara itu terkait kondisi di Bali, Zulfan mengatakan bahwa sejauh ini aktivitas KUPVA bukan bank di Pulau Dewata berjalan normal dan lancar tanpa ada indikasi yang mencurigakan.
"Dari pengawasan kami, di Bali nasabahnya lebih banyak memang untuk kegiatan pariwisata dan lebih untuk ritel," katanya.
Selain itu bank sentral tersebut juga meminta KUPVA atau "Money changer" untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan kepada konsumen.
Mengingat bank sentral itu memprediksi secara makro pertumbuhan KUPVA bukan bank di Bali melambat tahun 2017 karena semakin berkembangnya sarana pembayaran nontunai dan banyak wisatawan melakukan penarikan rupiah melalui mesin ATM.
Hingga Januari 2017, BI mencatat jumlah KUPVA bukan bank di Bali mencapai 689 kantor atau meningkat 13 persen jika dibandingkan tahun 2015 yang mencapai 611 kantor.
Tahun 2016, BI mencatat total transaksi jual beli valas di Bali mencapai Rp31 triliun dengan pembelian dan penjualan masing-masing mencapai Rp7,2 triliun dan Rp7,4 triliun. (WDY)