Denpasar (Antara Bali) - Wakil Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bali Gusti Putu Widjera meminta PT Angkasa Pura I Bandar Udara Internasional Gusti Ngurah Rai mengkaji kembali pemberlakukan kenaikan tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) karena dianggap memberatkan.
"PT Angkasa Pura (PAP) I Bandara Internasional Ngurah Rai sebelum memberlakukan kenaikan tarif airport tax` terlebih dahulu melakukan kajian dan ada keterlibatan dari kalangan akademisi dan YLKI serta pemda setempat," katanya di Denpasar, Senin.
Menurut dia, kenaikan tersebut memang wewenang dari PT Angkasa Pura, tetapi di satu sisi harus memikirkan dan melibatkan pemda maupun YLKI untuk mengetahui sejauh mana respon dari masyarakat.
"Boleh saja ada kebijakan menaikkan tarif `airport tax` di Bandara Ngurah Rai, tapi sebaiknya melibatkan pemda dan instansi terkait. Sehingga ketika ada keluhan masyarakat bisa diberikan jalan keluarnya," katanya.
Hal senada juga dikatakan ahli infrastruktur dan pengamat transportasi publik asal Bali, Anak Agung Putu Ngurah Wirawan mengingatkan PT Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai tidak seenaknya menaikan tarif PJP2U.
Ia mempertanyakan kebijakan naiknya tarif "airport tax" tersebut untuk penerbangan luar negeri yang semula sebesar Rp150.000, disesuaikan menjadi Rp200.000, sedangkan penerbangan dalam negeri ditetapkan sebesar Rp75.000 dari sebelumnya Rp40.000.
"Wajar saja tarif dinaikkan, asalkan sudah ada perbaikan layanan penumpang di bandara, seperti terminal yang luas, kamar kecil (toilet) yang bersih, ruang tunggu yang lapang, pengeras suara yang bagus, karpet ruang tunggu yang bersih, dan sebagainya. Tapi yang sekarang terjadi, masih ada karpet di ruang tunggu yang kotor, pendingin ruangan yang tak dingin, dan pelayanan penumpang yang tak memuaskan lainnya," ujarnya.
Ngurah Wirawan lebih lanjut mengatakan parameter kenaikan tarif "airport tax" di Bandara Ngurah Rai, tidak bisa dilakukan sepihak oleh pihak Angkasa Pura. Harus ada keterlibatan semua pihak terkait di Bali.
"Harus ada penggodokan bersama, jadi ini bisa dipertanggungjawabkan, tersedia layanan yang seimbang. Kalau ini belum bisa dijelaskan dan belum dilakukan sosialisasi, semua pihak akan terkejut, akan timbul reaksi," katanya.
Terkait hal tersebut, kata dia, pihak PT Angkasa Pura harusnya bisa memberi penjelasan terkait kenaikan tarif layanan tersebut. Menurut Ngurah Wirawan, tindakan Angkasa Pura yang menaikkan "airport tax" tanpa parameter yang jelas, merupakan salah satu bentuk arogansi perusahaan BUMN tersebut.
"Saya siap jika diajak diskusi soal parameter kenaikan `airpot tax` ini, karena saya paham hitung-hitungannya," kata mantan Ketua DPP Peradah Indonesia dua periode itu.
Ngurah Wirawan menyatakan, kenaikan "airport tax" yang dilakukan tanpa parameter jelas dan memberatkan masyarakat ini merupakan salah satu kerugian pemda karena tidak punya saham di bandara. Akibatnya Pemprov Bali dan Pemkab Badung tidak punya kontrol apapun di bandara, baik itu terkait parkir, keberadaan pedagang kecil di dalam bandara, dan sebagainya.
"Pemprov Bali tidak punya wakil di dalam manajemen bandara. Kendaraan bus Sarbagita milik Pemprov Bali saja untuk bisa masuk harus melalui perjuangan yang berat. Padahal keberadaan bandara tersebut di Bali. Ini tidak boleh terulang lagi, jika bandara baru jadi dibangun di Buleleng," katanya.
Sebelumnya, PT Angkasa Pura I (Persero) telah menetapkan penyesuaian tarif PJP2U atau "Passenger Service Sharge" (PSC) untuk penerbangan dalam dan luar negeri di lima bandara yang dikelolanya.
Penyesuaian PJP2U penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri ini akan diberlakukan di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Internasional Juanda Surabaya, Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, dan Bandara Internasional di Lombok.
Untuk Bandara Internasional Gusti Ngurah Rai Bali tarif PJP2U penerbangan luar negeri yang semula sebesar Rp150.000, disesuaikan menjadi Rp200.000 dan mulai berlaku sejak 1 April 2014. Sedangkan tarif PJP2U penerbangan dalam negeri ditetapkan sebesar Rp75.000 dari sebelumnya Rp40.000.
Sementara itu, Co General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ngurah Ardita mengatakan penyesuaian tarif PJP2U sejalan dengan peningkatan pelayanan dan fasilitas di Bandar Ngurah Rai, seperti pembangunan terminal internasional baru dengan luas 120.000 meter persegi dan telah dioperasikan sejak bulan September 2013 serta renovasi terminal internasinal lama menjadi terminal domestik dengan luas 65.800 meter persegi.
Ia mengatakan selain memiliki daya tampung yang lebih besar, yaitu lebih kurang 25 juta penumpang per tahun, pembangunan terminal baru internasional ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sistem terbaru seperti gedung parkir dengan kapasitas 1.600 kendaraan dan sistem "Hold Baggage Screening" (HBS) dimana penanganan bagasi penumpang akan lebih efektif, efisien dan dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi.
Menurut Ardita, penyesuian tarif ini sudah terlebih dahulu dikoordinasikan dan komunikasikan dengan berbagai pihak terkait. "Sebelumnya kami telah menyampaikan rencana penyesuaian tarif PJP2U ini kepada Kementerian Perhubungan pada Oktober 2013.
Selain mengajukan permohonan ke kementerian, kami juga melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan, seperti penerbangan, imigrasi, karantina, bea dan cukai, INACA dan para mitra usaha, serta kepada pengguna jasa bandara yang dalam hal ini diwakili oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)," katanya.(WDY/i018)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"PT Angkasa Pura (PAP) I Bandara Internasional Ngurah Rai sebelum memberlakukan kenaikan tarif airport tax` terlebih dahulu melakukan kajian dan ada keterlibatan dari kalangan akademisi dan YLKI serta pemda setempat," katanya di Denpasar, Senin.
Menurut dia, kenaikan tersebut memang wewenang dari PT Angkasa Pura, tetapi di satu sisi harus memikirkan dan melibatkan pemda maupun YLKI untuk mengetahui sejauh mana respon dari masyarakat.
"Boleh saja ada kebijakan menaikkan tarif `airport tax` di Bandara Ngurah Rai, tapi sebaiknya melibatkan pemda dan instansi terkait. Sehingga ketika ada keluhan masyarakat bisa diberikan jalan keluarnya," katanya.
Hal senada juga dikatakan ahli infrastruktur dan pengamat transportasi publik asal Bali, Anak Agung Putu Ngurah Wirawan mengingatkan PT Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai tidak seenaknya menaikan tarif PJP2U.
Ia mempertanyakan kebijakan naiknya tarif "airport tax" tersebut untuk penerbangan luar negeri yang semula sebesar Rp150.000, disesuaikan menjadi Rp200.000, sedangkan penerbangan dalam negeri ditetapkan sebesar Rp75.000 dari sebelumnya Rp40.000.
"Wajar saja tarif dinaikkan, asalkan sudah ada perbaikan layanan penumpang di bandara, seperti terminal yang luas, kamar kecil (toilet) yang bersih, ruang tunggu yang lapang, pengeras suara yang bagus, karpet ruang tunggu yang bersih, dan sebagainya. Tapi yang sekarang terjadi, masih ada karpet di ruang tunggu yang kotor, pendingin ruangan yang tak dingin, dan pelayanan penumpang yang tak memuaskan lainnya," ujarnya.
Ngurah Wirawan lebih lanjut mengatakan parameter kenaikan tarif "airport tax" di Bandara Ngurah Rai, tidak bisa dilakukan sepihak oleh pihak Angkasa Pura. Harus ada keterlibatan semua pihak terkait di Bali.
"Harus ada penggodokan bersama, jadi ini bisa dipertanggungjawabkan, tersedia layanan yang seimbang. Kalau ini belum bisa dijelaskan dan belum dilakukan sosialisasi, semua pihak akan terkejut, akan timbul reaksi," katanya.
Terkait hal tersebut, kata dia, pihak PT Angkasa Pura harusnya bisa memberi penjelasan terkait kenaikan tarif layanan tersebut. Menurut Ngurah Wirawan, tindakan Angkasa Pura yang menaikkan "airport tax" tanpa parameter yang jelas, merupakan salah satu bentuk arogansi perusahaan BUMN tersebut.
"Saya siap jika diajak diskusi soal parameter kenaikan `airpot tax` ini, karena saya paham hitung-hitungannya," kata mantan Ketua DPP Peradah Indonesia dua periode itu.
Ngurah Wirawan menyatakan, kenaikan "airport tax" yang dilakukan tanpa parameter jelas dan memberatkan masyarakat ini merupakan salah satu kerugian pemda karena tidak punya saham di bandara. Akibatnya Pemprov Bali dan Pemkab Badung tidak punya kontrol apapun di bandara, baik itu terkait parkir, keberadaan pedagang kecil di dalam bandara, dan sebagainya.
"Pemprov Bali tidak punya wakil di dalam manajemen bandara. Kendaraan bus Sarbagita milik Pemprov Bali saja untuk bisa masuk harus melalui perjuangan yang berat. Padahal keberadaan bandara tersebut di Bali. Ini tidak boleh terulang lagi, jika bandara baru jadi dibangun di Buleleng," katanya.
Sebelumnya, PT Angkasa Pura I (Persero) telah menetapkan penyesuaian tarif PJP2U atau "Passenger Service Sharge" (PSC) untuk penerbangan dalam dan luar negeri di lima bandara yang dikelolanya.
Penyesuaian PJP2U penerbangan dalam negeri dan penerbangan luar negeri ini akan diberlakukan di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali, Bandara Internasional Juanda Surabaya, Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, dan Bandara Internasional di Lombok.
Untuk Bandara Internasional Gusti Ngurah Rai Bali tarif PJP2U penerbangan luar negeri yang semula sebesar Rp150.000, disesuaikan menjadi Rp200.000 dan mulai berlaku sejak 1 April 2014. Sedangkan tarif PJP2U penerbangan dalam negeri ditetapkan sebesar Rp75.000 dari sebelumnya Rp40.000.
Sementara itu, Co General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ngurah Ardita mengatakan penyesuaian tarif PJP2U sejalan dengan peningkatan pelayanan dan fasilitas di Bandar Ngurah Rai, seperti pembangunan terminal internasional baru dengan luas 120.000 meter persegi dan telah dioperasikan sejak bulan September 2013 serta renovasi terminal internasinal lama menjadi terminal domestik dengan luas 65.800 meter persegi.
Ia mengatakan selain memiliki daya tampung yang lebih besar, yaitu lebih kurang 25 juta penumpang per tahun, pembangunan terminal baru internasional ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sistem terbaru seperti gedung parkir dengan kapasitas 1.600 kendaraan dan sistem "Hold Baggage Screening" (HBS) dimana penanganan bagasi penumpang akan lebih efektif, efisien dan dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi.
Menurut Ardita, penyesuian tarif ini sudah terlebih dahulu dikoordinasikan dan komunikasikan dengan berbagai pihak terkait. "Sebelumnya kami telah menyampaikan rencana penyesuaian tarif PJP2U ini kepada Kementerian Perhubungan pada Oktober 2013.
Selain mengajukan permohonan ke kementerian, kami juga melakukan koordinasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan, seperti penerbangan, imigrasi, karantina, bea dan cukai, INACA dan para mitra usaha, serta kepada pengguna jasa bandara yang dalam hal ini diwakili oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)," katanya.(WDY/i018)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014