Tim akademisi Undiksha Singaraja, Bali, mengembangkan teknologi pewarnaan kain endek Buleleng dengan menggunakan fiksator nanopasta untuk membangkitkan kerajinan tenunan khas Bali Utara itu.

"Tim ini dipercaya Direktorat Riset dan Pemberdayaan Masyarakat, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristek/BRIN untuk menjalankan program pemberdayaan masyarakat UKM Indonesia Bangkit Tahun 2020," kata Ketua Tim Undiksha, Dr.rer.nat. I Wayan Karyasa, S.Pd., M.Sc., di Singaraja, Jumat.

Ia menjelaskan tim ini pada intinya membuat program dengan judul "Membangkitkan Kerajinan Tenun Khas Buleleng Melalui Revitalisasi Teknologi Pewarnaan Menggunakan Fiksator Nanopasta Anorganik dan Penguatan Branding Industri Kreatif Ramah Lingkungan".

"Program ini dibuat setelah menemukan sejumlah persoalan yang membelit industri tenun endek di Buleleng," katanya, didampingi anggota tim, yakni I Gede Putu Banu Astawa, S.T., M.Ak., I Made Ardwi Pradnyana, S.T., M.T dan Ni Made Vivi Oviantari, S.Si., M.Si.

Baca juga: Selama COVID-19, batik endek di Bali tetap digemari anak muda

Menurutnya, industri kreatif berupa tenun masih menjadi sektor unggulan Kabupaten Buleleng, namun akibat pandemi COVID-19, saat ini terbelit sejumlah masalah.

Ia mencontohkan, usaha pertenunan Artha Dharma yang berada di Desa Sinabun, Kecamatan Sawan, Buleleng juga menghadapi masalah dalam beberapa aspek.

Aspek pertama, kata Karyasa, berkaitan dengan produksi. Bahan baku benang, terutama benang sutera alam semakin mahal dan sulit diperoleh, namun di pasaran banyak beredar sutera sintetik dengan kualitas hasil tenunan yang kurang baik.

Selain itu, pewarnaan masih bergantung dengan warna sintetik. Di sisi lain, harga warna sintetik dan bahan-bahan kimia pendukungnya semakin mahal. "Limbah pencelupan yang dihasilkan industri ini juga belum mampu terolah secara maksimal, sehingga berpotensi mencemari lingkungan," ujarnya.

Aspek kedua, lanjut Karyasa, berkaitan dengan manajemen usaha. Omzet penjualan produk yang menurun drastis, menyebabkan cash-flow perusahaan memprihatinkan dan berimbas pada pengurangan tenaga kerja.

"Aspek ketiga, yakni aspek reorientasi dan pengembangan usaha pertenunan sebagai antisipasi penurunan daya beli masyarakat dan pola komsumsi masyarakat yang lebih fokus pada pangan dan kesehatan," ujarnya.

Baca juga: Dekranasda: Christian Dior harus penuhi syarat jika gunakan endek

Karyasa menjelaskan, setidaknya tiga aspek itulah yang menggerakkan tim Undiksha untuk melakukan program revitalisasi teknologi pewarnaan kain endek Buleleng dengan fiksator nanopasta.

"Teknologi fiksator nanopasta anorganik merupakan teknologi berwujud pasta dengan ukuran partikel nanometer yang terbuat dari campuran silika abu sekam padi, abu vulkanik Gunung Agung, dan bahan tambahan, yaitu bubuk terusi atau kupri sulfat dan bubuk tunjung atau ferrosulfat," katanya.

Nanopasta ini berperan meningkatkan kekuatan ikatan antara molekul zat warna dengan molekul serat dari benang baik katun maupun sutera pada saat proses pencelupan sehingga warna yang terikat pada benang tidak mudah luntur.

"Nanopasta ini telah berhasil dikembangkan sejak tahun 2019 meniru komposisi kimia dari lumpur Nunleu yang digunakan masyarakat NTT, lalu tahun ini dikembangkan dari lumpur abu vulkanik Gunung Agung ditambahkan nanosilika sekam padi untuk memperkuat serat sehingga tidak mudah putus saat benang ditenun nantinya," jelasnya.

Baca juga: Putri Koster: Jangan sampai perajin endek jadi penonton

Tim pengabdi Undiksha bersama perajin Ketut Rajin dari Sinabun sebagai mitra industri juga sepakat untuk mengambil langkah lanjutan, yakni mewujudkan gagasan untuk memproduksi sendiri benang sutera dengan bekerja sama dengan para peternak ulat sutera.

"Termasuk memintal sendiri benang itu, maupun membangun dan mengoperasikan instalasi pencelupan warna alam dengan teknologi fiksator nanopasta anorganik yang terpadu dengan instalasi pengolahan limbah pencelupan," katanya.

Selain itu, tim Undiksha juga melakukan pendampingan dalam upaya membangun sistem manajemen usaha terpadu dengan manajemen pemasaran berbasis data digital, mengintensifkan promosi daring  dan menguatkan branding produk tenun yang kembali ke alam dan ramah lingkungan.

"Inovasi produk ini juga didukung dengan perubahan dan reorientasi rencana bisnis dan pengembangan usaha serta pendampingan secara daring penyusunan paket-paket wisata edukasi kerajinan tenun dan paket-paket pendidikan dan pelatihan pertenunan," katanya.

Baca juga: Pakar busana: Tiga jenis kain Bali punah

Menurut Karyasa, tujuan program ini adalah membangkitkan usaha kerajinan tenun khas Buleleng di Desa Sinabun, khususnya Pertenunan Artha Dharma untuk menjadi daya ungkit peningkatan kesejahteraan para pengusaha dan pengrajin tenun.

"Melalui terobosan-terobosan itu, ditargetkan industri tenun Artha Dharma di Sinabun dapat terus bertahan dan produksinya berkelanjutan dan secara lebih luas berharap tenun khas Buleleng dapat terus lestari," katanya.



 

Pewarta: Made Adnyana

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020