Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengingatkan jangan sampai perajin endek di Pulau Dewata hanya menjadi penonton ketika endek telah dipakai pihak lain seperti brand Christian Dior.

"Jangan sampai setelah kain endek kita memiliki izin untuk digunakan oleh Cristian Dior, malah sebaliknya perajin endek di Bali hanya bisa menjadi penonton, namun tenaga kerja di sini tidak diikutsertakan dalam memproduksi," kata Putri Koster saat  menghadiri Pembukaan Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2020 seri III secara virtual di Jayasabha, Denpasar, Jumat (20/11).

Dia memberikan contoh seperti kasus kain rangrang milik Nusa Penida yang sebelumnya menjadi ciri khas dan memiliki taksu, lama-kelamaan kehilangan identitas karena produknya dibuat massal.

"Ketika booming dan dijiplak orang lain dengan segala jenis benang, maka produknya akan menjadi produksi pasaran, mudah ditemukan dan  tidak terbatas (unlimited edition)," ujarnya. 

Baca juga: Disperindag - Dekranasda Denpasar adakan "Endek Lovers"

Pihaknya akan sangat bangga dan senang ketika hasil kerajinan Bali mampu menembus pasar internasional. Namun apabila tidak memberikan dampak positif bagi perajin lokal, pihaknya tentu saja akan lebih memikirkan kondisi konsumen di Bali. 

"Saat ini produksi kain endek kita belum  dipakai Christian Dior saja, namun masih bisa tetap berputar pemasaran di pasar lokal karena pada umumnya masyarakat di Bali sangat melekat dengan penggunaan kain endek terutama saat upacara adat," ucapnya.

Menurut dia, jangan sampai ketika ditimpa produksi luar, tenaga kerja kita dalam memproduksi kain endek nanti tidak terserap.

"Intinya seperti apapun tawaran pihak luar yang menjanjikan hal-hal manis terkait penggunaan kerajinan endek kita, tetapi kewaspadaan tentu wajib menjadi nomor satu. Karena pembinaan dan perlindungan terhadap perajin Bali melalui HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) seperti indikasi geografis dan kekayaan komunal sangat diperlukan," katanya.

Istri Gubernur Bali itu menambahkan, dengan majunya sistem teknologi informatika seperti saat ini mewajibkan generasi muda untuk turut berperan serta  menjaga, merawat, melindungi, mempertahankan dan melestarikan sekaligus mengembangkan motif yang sudah ada dan dikeluarkan dari ide seni pada zamannya, sehingga para penenun  tetap dapat berkreasi.

"Mereka memiliki ciri khas tenunan, yang menjadi kekhasannya. Dengan begitu, peningkatan mutu dan kualitas dari benang dan metode pencelupan benangnya juga dapat menjadi jaminan branding yang akan dipasarkan nantinya," katanya.

Baca juga: Selama COVID-19, batik endek di Bali tetap digemari anak muda

Selain itu, para perajin dan "entrepreneur" juga diwajibkan menguasai teknologi informatika dan mampu memnfaatkan platform digital untuk mempermudah pemasaran dan penjualan produknya secara online dan virtual.

Terkait perajin Bali yang mengalami kesulitan di masa pandemi, Putri Koster berpesan saat menemukan tantangan dan kendala, hendaknya itu dipandang adalah ujian. 

"Selanjutnya bagaimana mereka mencari jalan keluar dan menemukan ide-ide brilian dalam upayanya mengembangkan diri karena pemerintah berkedudukan sebagai pendorong yang memberikan fasilitas bagi pengusaha," katanya.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020