Masyarakat Desa Adat Kerobokan, Kabupaten Badung, Bali menggelar upacara ritual "Pemelaspasan Agung, Nyusun, Pedagingan, Ngenteg Linggih, Padudusan Agung Menawa Ratna, Tawur Balik Sumpah Utama, Segara Kerthi, Ngusaba Desa dan Ngusaba Nini".
"Upacara digelar menyusul telah selesainya pembangunan di Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kerobokan Kuta Utara Badung," kata Ketua Panitia Umum (Manggala Karya) Drs. Anak Agung Ngurah Gde Sujaya di dampingi Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja, Penyarikan Anak Agung Putu Sudarma serta panitia karya lainnya.
Ia mengatakan rencana upacara ini telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Hari ini, Rabu Kliwon Gumbreg, 19 Juni dilakukan upacara matur piuning dan pewintenan panitia karya.
Dalam upacara yang akan berakhir pada 9 Agustus 2019, yakni Nyegara Gunung dan Bulan Pitung Dina Karya, seluruh rangkaian upacara dipuput 16 sulinggih (rohaniawan Hindu) dari siwa, budha dan bujangga.
Sujaya menambahkan upacara tersebut dilaksanakan sebagai wujud rasa Stiti Bhakti dan Angayubagia (Puji Syukur dan bhakti) kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas penciptaan alam semesta ini, dan atas segala anugrah yang telah dilimpahkan kepada umat manusia dalam kehidupan ini.
Selain itu untuk menyucikan seluruh bangunan (pelinggih) pada tempat suci atau Pura dan lingkungan Pura yang terdiri dari Tri Mandala yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala, dimana sebelumnya bahan bangunannya terdiri dari unsur yang belum suci, termasuk sentuhan para tukang (undagi) yang perlu disucikan.
Mengingat fungsinya sebagai tempat suci yaitu tempat berstananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam berbagai wujud kebesaran dan saktiNya, sebagai tempat bagi umat sedharma untuk memuja kebesaranNya dan menghaturkan sembah bhakti (sembahyang dan berdoa).
“Juga untuk membangun kesadaran kolektif bagi umat sedharma untuk selalu eling (ingat) akan tugas, kewajiban kehadapan Sang Pencipta Alam Semesta dengan segala isinya, termasuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Pencipta, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam lingkungan, yang terbalut dalam ”Tri Hita Karana”, yaitu Parhyangan/tempat suci, Pawongan dan Palemahan,” jelasnya.
Pelaksanaan karya upacara ini untuk mengingatkan kembali akan tanggung jawab hidup bagi umat sedharma bahwa Buana Agung (makrokosmos) yang telah tercipta ini, merupakan satu-satunya tempat kehidupan untuk hidupnya umat manusia dan makhluk hidup lainnya.
"Hal ini memberikan pesan agar jagat raya (alam semesta) yang terdiri dari unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi, bumi (unsur padat), Apah (unsur cair), Teja (unsur panas), Bayu (unsur udara/angin) dan (5) Akasa/Ether (unsur kosong) untuk tetap dipelihara, dilestarikan dan tidak dirusak baik secara langsung maupun tidak langsung," ucap Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja seraya mengatakan seluruh kegiatan pembangunan dan upacara menelan anggaran sekitar Rp6 miliar.
Baca juga: Festival Budaya Desa Adat Kuta wujud komitmen jaga adat istiadat
Sejalan dengan maksud dan tujuan upacara tersebut maka tema yang diangkat adalah "Gunaning Sarira Thirta Buana" yang artinya umat manusia sebagai yang disebutkan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat tertinggi dari makhluk hidup lainnya.
Karena memiliki tiga kekuatan/potensi (premana) yaitu Bayu, Sabda, Idep yang berfungsi dan berguna untuk menjaga dan memelihara kesucian, keutuhan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan segala isinya (pertiwi/bumi, air/tirtha, teja/panas, bayu/udara/angin, akasa/ether, demi keberlangsungan kehidupan semua makhluk hidup dalam hidup ini secara aman, damai, harmoni, sejahtera lahir & bathin (sekala dan niskala).
Adapun rangkaian karya, yakni pada Rabu (19/6) Matur piuning karya, Kamis (20/6) Nyukat Genah Yadnya, Sabtu(22/6) Nanceb, Sabtu (6/7) Nanceb Penjor, Minggu (7/7) Negtegang beras, sanggah pakideh, sunari lan pindekan dan ketungan.
Sedangkan hari Selasa (9/7) Nuwur Tirta, Rabu (10/7) Ngingsah, Nyengker Setra, Sabtu (13/7) Pemelaspas dan mendem pedagingan, Selasa (16/7) Nuwur Pekuluh, Rabu (17/7) Ngiyas Ida Bhatara, Kamis (18/7) Melasti, Mimggu (21/7) Tawur, Saniscara (27/7) Mepepada karya, Minggu (28/7) Melaspas Upakara dan Senin (Soma Kliwon Kuningan/ 29/7) merupakan Puncak Karya. Sedangkan Nyineb dilaksanakan pada Selasa (Anggara Pon Langkir) pada 6 Agustus 2019.
Baca juga: Badung serahkan dana hibah masyarakat desa adat
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Upacara digelar menyusul telah selesainya pembangunan di Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kerobokan Kuta Utara Badung," kata Ketua Panitia Umum (Manggala Karya) Drs. Anak Agung Ngurah Gde Sujaya di dampingi Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja, Penyarikan Anak Agung Putu Sudarma serta panitia karya lainnya.
Ia mengatakan rencana upacara ini telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Hari ini, Rabu Kliwon Gumbreg, 19 Juni dilakukan upacara matur piuning dan pewintenan panitia karya.
Dalam upacara yang akan berakhir pada 9 Agustus 2019, yakni Nyegara Gunung dan Bulan Pitung Dina Karya, seluruh rangkaian upacara dipuput 16 sulinggih (rohaniawan Hindu) dari siwa, budha dan bujangga.
Sujaya menambahkan upacara tersebut dilaksanakan sebagai wujud rasa Stiti Bhakti dan Angayubagia (Puji Syukur dan bhakti) kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas penciptaan alam semesta ini, dan atas segala anugrah yang telah dilimpahkan kepada umat manusia dalam kehidupan ini.
Selain itu untuk menyucikan seluruh bangunan (pelinggih) pada tempat suci atau Pura dan lingkungan Pura yang terdiri dari Tri Mandala yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala, dimana sebelumnya bahan bangunannya terdiri dari unsur yang belum suci, termasuk sentuhan para tukang (undagi) yang perlu disucikan.
Mengingat fungsinya sebagai tempat suci yaitu tempat berstananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam berbagai wujud kebesaran dan saktiNya, sebagai tempat bagi umat sedharma untuk memuja kebesaranNya dan menghaturkan sembah bhakti (sembahyang dan berdoa).
“Juga untuk membangun kesadaran kolektif bagi umat sedharma untuk selalu eling (ingat) akan tugas, kewajiban kehadapan Sang Pencipta Alam Semesta dengan segala isinya, termasuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Pencipta, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam lingkungan, yang terbalut dalam ”Tri Hita Karana”, yaitu Parhyangan/tempat suci, Pawongan dan Palemahan,” jelasnya.
Pelaksanaan karya upacara ini untuk mengingatkan kembali akan tanggung jawab hidup bagi umat sedharma bahwa Buana Agung (makrokosmos) yang telah tercipta ini, merupakan satu-satunya tempat kehidupan untuk hidupnya umat manusia dan makhluk hidup lainnya.
"Hal ini memberikan pesan agar jagat raya (alam semesta) yang terdiri dari unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi, bumi (unsur padat), Apah (unsur cair), Teja (unsur panas), Bayu (unsur udara/angin) dan (5) Akasa/Ether (unsur kosong) untuk tetap dipelihara, dilestarikan dan tidak dirusak baik secara langsung maupun tidak langsung," ucap Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja seraya mengatakan seluruh kegiatan pembangunan dan upacara menelan anggaran sekitar Rp6 miliar.
Baca juga: Festival Budaya Desa Adat Kuta wujud komitmen jaga adat istiadat
Sejalan dengan maksud dan tujuan upacara tersebut maka tema yang diangkat adalah "Gunaning Sarira Thirta Buana" yang artinya umat manusia sebagai yang disebutkan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat tertinggi dari makhluk hidup lainnya.
Karena memiliki tiga kekuatan/potensi (premana) yaitu Bayu, Sabda, Idep yang berfungsi dan berguna untuk menjaga dan memelihara kesucian, keutuhan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan segala isinya (pertiwi/bumi, air/tirtha, teja/panas, bayu/udara/angin, akasa/ether, demi keberlangsungan kehidupan semua makhluk hidup dalam hidup ini secara aman, damai, harmoni, sejahtera lahir & bathin (sekala dan niskala).
Adapun rangkaian karya, yakni pada Rabu (19/6) Matur piuning karya, Kamis (20/6) Nyukat Genah Yadnya, Sabtu(22/6) Nanceb, Sabtu (6/7) Nanceb Penjor, Minggu (7/7) Negtegang beras, sanggah pakideh, sunari lan pindekan dan ketungan.
Sedangkan hari Selasa (9/7) Nuwur Tirta, Rabu (10/7) Ngingsah, Nyengker Setra, Sabtu (13/7) Pemelaspas dan mendem pedagingan, Selasa (16/7) Nuwur Pekuluh, Rabu (17/7) Ngiyas Ida Bhatara, Kamis (18/7) Melasti, Mimggu (21/7) Tawur, Saniscara (27/7) Mepepada karya, Minggu (28/7) Melaspas Upakara dan Senin (Soma Kliwon Kuningan/ 29/7) merupakan Puncak Karya. Sedangkan Nyineb dilaksanakan pada Selasa (Anggara Pon Langkir) pada 6 Agustus 2019.
Baca juga: Badung serahkan dana hibah masyarakat desa adat
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019