Mangupura, Bali (ANTARA) - Karya Agung Mamungkah, Ngenteg Linggih, Ngusaba Desa, Ngusaba Nini, Tawur Balik Sumpah Utama, Pedudusan Agung lan Segara Kerthi di Pura Desa dan Pura Puseh dilaksanakan Desa Adat Kerobokan Badung.
Upacara telah dimulai pada Rabu Kliwon Gumbreg, pada 19 Juni lalu dengan “matur piuning dan pewintenan panitia karya” dan pada Saniscara Wage Julungwangi (13/7) dilaksanakan “Pemelaspas dan Mendem Pedagingan”. Dalam upacara ini hadir Bupati Badung Nyoman Giri Prasta, anggota DPR Anak Agung Adhi Mahendra Putra serta seluruh krama Desa Adat Kerobokan.
Bupati Giri Prasta dalam sambutannya banyak menjelaskan tentang keberadaan dan fungsi desa adat dalam pada pelaksanaan agama Hindu. Pada kesempatan itu Bupati Giri Prasta juga menyerahkan dana bantuan kegiatan sebesar Rp1,9 miliar. Turut juga menyerahkan bantuan LPD setempat Rp300 juta.
Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja di sela-sela upacara mengatakan kehadiran Bupati Badung selain untuk menyaksikan pelaksanaan upacara ini juga sekaligus memberikan dharma wacana. Ditambahkan setelah upacara “mendem pedagingan” ini, pada Anggara (16/7) dilaksanakan Nuwur Pekuluh, Buda (17/7) Ngiyas Ida Bhatara, Wraspati (18/7) Melasti, Redite (21/7) Tawur, Saniscara (27/7) Mepepada Karya, Redite (28/7) Melaspas Upakara dan Soma Kliwon Kuningan (29/7) merupakan Puncak Karya. Sedangkan Nyineb dilaksanakan pada Anggara Pon Langkir (6/8).
Manggala Karya Drs. A.A. Ngurah Gde Sujaya,M.Pd. menjelaskan karya agung ini digelar menyusul telah selesainya pembangunan di Pura Desa dan Pura Puseh Desa Adat Kerobokan Kuta Utara Badung.
Baca juga: Masyarakat Kerobokan gelar ritual terbesar di Pura Desa dan Pura Puseh
Dalam upacara yang akan berakhir pada 9 Agustus nanti yakni Nyegara Gunung dan Bulan Pitung Dina Karya, seluruh rangkaian upacara dipuput 16 sulinggih siwa, buda dan bujangga.
Sujaya menambahkan upacara ini dilaksanakan sebagai wujud rasa Stiti Bhakti dan Angayubagia (Puji syukur dan bhakti) kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas Penciptaan Alam Semesta ini dan atas segala anugrah yang telah dilimpahkan kepada umat manusia dalam kehidupan ini.
Selain itu, upacara untuk menyucikan seluruh bangunan (pelinggih) pada tempat suci atau Pura dan lingkungan Pura yang terdiri dari Tri Mandala yakni Utama Mandala, Madya Mandala dan Nista Mandala, dimana sebelumnya bahan bangunannya terdiri dari unsur yang belum suci, termasuk sentuhan para tukang (undagi) yang perlu disucikan.
Baca juga: Jaya Negara hadiri piodalan di Pura Khayangan Desa
Mengingat fungsinya sebagai tempat suci yaitu tempat berstananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam berbagai wujud kebesaran dan saktiNya, sebagai tempat bagi umat sedharma untuk memuja kebesaran-Nya dan menghaturkan sembah bhakti (sembahyang dan berdoa).
"Juga untuk membangun kesadaran kolektif bagi umat sedharma untuk selalu eling (ingat) akan tugas, kewajiban kehadapan Sang Pencipta Alam Semesta dengan segala isinya, termasuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Ida Sang Hyang Pencipta, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan alam lingkungan, yang terbalut dalam ”Tri Hita Karana”, yaitu Parhyangan/tempat suci, Pawongan dan Palemahan,” jelasnya.
Pelaksanaan karya upacara ini untuk mengingatkan kembali akan tanggung jawab hidup bagi umat sedharma bahwa Buana Agung (makrokosmos) yang telah tercipta ini, merupakan satu-satunya tempat kehidupan untuk hidupnya umat manusia dan makhluk hidup lainnya.
"Hal ini memberikan pesan agar jagat raya (alam semesta) yang terdiri dari unsur Panca Maha Bhuta yaitu Pertiwi, bumi (unsur padat), Apah (unsur cair), Teja (unsur panas), Bayu (unsur udara/angin) dan (5) Akasa/Ether (unsur kosong) untuk tetap dipelihara, dilestarikan dan tidak dirusak baik secara langsung maupun tidak langsung," kata Bendesa Adat Kerobokan Anak Agung Putu Sutarja, seraya mengatakan seluruh kegiatan pembangunan dan upacara menelan anggaran sekitar Rp6 miliar.
Baca juga: Gubernur Bali resmikan pemberlakuan Perda Desa Adat
Sejalan dengan maksud dan tujuan upacara tersebut maka tema yang diangkat adalah “Gunaning Sarira Thirta Buana” yang artinya umat manusia sebagai yang disebutkan adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat tertinggi dari makhluk hidup lainnya. Karena memiliki tiga kekuatan/potensi (premana) yaitu Bayu, Sabda, Idep yang berfungsi dan berguna untuk menjaga dan memelihara kesucian, keutuhan Bhuana Agung dan Bhuana Alit dengan segala isinya (pertiwi/bumi, air/tirtha, teja/panas, bayu/udara/angin, akasa/ether, demi keberlangsungan kehidupan semua makhluk hidup dalam hidup ini secara aman, damai, harmoni, sejahtera lahir dan bathin (sekala dan niskala).
Bupati Badung bantu Pura Desa dan Pura Puseh Adat Kerobokan
Senin, 15 Juli 2019 7:50 WIB