Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menyatakan bahwa penundaan dana alokasi umum (DAU) dari pemerintah pusat sebesar Rp387,725 miliar tidak memengaruhi kinerja pemerintahan di Pulau Dewata.
"Secara umum tidak berpengaruh karena kami melakukan rasionalisasi program yang tidak prioritas," kata Asisten II Setda Provinsi Bali Ketut Wija ditemui usai menjadi pembicara dalam Diseminasi Hasil Kajian Ekonomi Keuangan Regional Provinsi Bali oleh Bank Indonesia di Kuta, Kabupaten Badung, Rabu.
Menurut dia, sejumlah program yang tidak dianggap signifikan. Namun, memakan anggaran yang besar, dipangkas mengantisipasi penundaan DAU itu.
Selain itu, pelaksanaan rapat dikurangi dan perjalanan dinas juga dihapuskan alias nol anggaran sejak pemerintah pusat menunda pencairan DAU mulai September hingga Desember 2016.
Meski melakukan "rasionalisasi" terhadap sejumlah program yang memakan anggaran besar, Wija mengatakan bahwa program pembangunan infrastruktur fisik, seperti air dan rumah sakit, masih tetap berjalan.
Program kesejahteraan masyarakat, seperti bedah rumah, simantri (pertanian), hingga bantuan sosial tidak mengalami pemangkasan anggaran.
"Kami setiap saat melakukan cek dan ricek program SKPD yang tidak penting, kami kurangi," imbuhnya.
Pemerintah pusat menunda penyaluran DAU sebesar Rp387,725 miliar untuk Pemerintah Provinsi Bali dan tiga kabupaten/kota di Pulau Dewata mulai September 2016.
Pemprov Bali terkena imbas penundaan DAU sebesar Rp153.930.714.000,00, selanjutnya Pemerintah Kabupaten Badung sebesar Rp60.881.648.916,00, Karangasem Rp53.085.416.604,00, dan Kota Denpasar sebesar Rp119.827.360.276,00.
Akibatnya, penundaan DAU itu berdampak pada belanja pemerintah, di antaranya belanja barang, belanja jasa, perjalanan dinas, rapat-rapat, dan bimbingan teknis yang harus dikurangi.
Pemprov Bali harus mengeluarkan anggaran sendiri alias menalangi sementara untuk menggaji pegawai yang selama ini dibiayai lewat DAU. (WDY)