Jakarta (Antara Bali) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
memastikan apabila penurunan harga gas untuk industri dapat dilakukan,
akan memberikan multiplier effect (efek berganda) yang positif pada
perekonomian nasional, karena akan terjadi pertumbuhan industri,
penyerapan tenaga kerja dan penghematan devisa.
“Untuk itu, kami mengusulkan penurunan harga gas untuk industri dan
menambah sektor industri yang mendapatkan penetapan harga gas tertentu.
Ini sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing industri
nasional,†kata Menperin Airlangga lewat siaran pers di Jakarta, Senin.
Airlangga menyampaikan hal itu usai rapat koordinasi yang dipimpin
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ini dihadiri
oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Badan Usaha Milik
Negara (BUMN), Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra
Tahar.
Selanjutnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pengelola Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi, Kepala Badan Pengatur
Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng, Direktur
Utama Pertamina Dwi Soetjipto, serta Direktur Utama PT Perusahaan Gas
Negara Tbk (PGN) Hendi Prio Santoso.
Menurut Airlangga, penggunaan gas di sektor industri berkontribusi cukup signifikan terhadap struktur biaya produksi.
“Jika harga gas untuk industri bisa diturunkan, biaya produksi otomatis dapat ditekan,†ujarnya.
Harga gas yang diinginkan oleh sektor industri, katanya, diharapkan
dapat memperoleh harga yang kompetitif dengan melihat harga gas dari
negara lain terutama di ASEAN sehingga mampu bersaing di pasar dalam
negeri dan global.
“Harga gas yang diinginkan sektor industri berdasarkan nilai keekonomian
seyogyanya sekitar USD 3-4 per per million metric british thermal unit
(MMBtu),†paparnya.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, rata-rata harga gas untuk
sektor industri masih tinggi sebesar USD 9,5 per MMBtu.
Misalnya, industri pupuk dan industri petrokimia dikenakan harga gas
sebesar USD 6,28-16,7 per MMBtu. Sementara di sektor tersebut, gas
merupakan komponen utama dalam struktur biaya produksi mencapai 70
persen.
“Demikian juga dengan industri tekstil, pulp dan kertas dengan harga gas
sebesar 9,15-16,0 dollar per MMBtu,†ungkap Airlangga.
Airlangga menghitung, apabila penurunan harga gas bumi menjadi 3,8
dollar per MMBtu akan menurunkan penerimaan negara sebesar Rp48,92
triliun.
Namun demikian, akan meningkatkan penerimaan berbagai pajak dari industri turunannya sebesar Rp 77,85 triliun.
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan nilai tambah pada sektor
industri, alokasi gas hendaknya diutamakan untuk kebutuhan dalam negeri
dan sisanya dapat diekspor.
“Persentase gas yang diekspor sebesar 40,55 persen hendaknya secara
bertahap dapat dialokasikan untuk industri dalam negeri,†ujarnya.
Oleh karena itu, Kemenperin mengusulkan perubahan Peraturan Menteri ESDM
No. 16 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Harga dan Pengguna Gas
Bumi Tertentu.
“Alokasi gas yang semula untuk tujuh sektor industri menjadi 10 sektor
industri,†ujarnya.
Kesepuluh sektor industri tersebut, yakni Industri Pupuk, Industri
Petrokimia, Industri Oleokimia, Industri Baja/Logam Lainnya, Industri
Keramik, Industri Kaca, Industri Ban dan Sarung Tangan Karet, Industri
Pulp dan Kertas, Industri Makanan dan Minuman, serta Industri Tekstil
dan Alas Kaki.
“Tambahan sektor itu akan dibahas lagi oleh tim khusus. Harga yang
kompetitif terus dikaji,†ujar Airlangga. (WDY)
Menperin: Penurunan Harga Gas Industri Beri Efek Ganda
Selasa, 16 Agustus 2016 7:50 WIB