Denpasar (Antara Bali) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bali, menghukum sembilan terdakwa dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Gianyar, sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut umum, karena merugikan negara Rp61 juta.
Ketua Majelis Hakim Gde Hariadi, di Denpasar, Rabu, menjerat terdakwa Dewa Made Putra, Ketut Ritama, Sang Ayu Made Ika Kencana Dewi, I Ketut Puja, I Made Darmaja dan I Nyoman Sulandra, masing-masing selama dua tahun dan denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sedangkan, terdakwa Tjok Istri Siswaryni, I Dewa Putu Mudana dan Dewa Putu Suarnama dihukum masing-masing selama 1,5 tahun penjara dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan.
Vonis hakim terhadap sembilan terdakwa itu, sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang sebelumnya.
Namun, subsider denda yang dijatuhkan majelis hakim untuk enam terdakwa yakni, Dewa Made Putra, Ketut Ritama, Sang Ayu, I Ketut Puja, I Made Darmaja dan I Nyoman Sulandra lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya enam bulan menjadi tiga bulan.
"Para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama, dua orang atau lebih dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi," ujar Hakim.
Hakim juga menilai para terdakwa menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan, kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara.
Oleh sebab itu, perbuatan terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Hal yang memberatkan hukuman terdakwa karena, tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia, perbuatan para terdakwa merugikan keuangan negara.
Kemudian, terdakwa Dewa Made Putra, Ketut Ritama, Sang Ayu Made Ika Kencana Dewi, I Ketut Puja, I Made Darmaja danI Nyoman Sulandra pernah melakukan tindak pidana yang sama sebanyak dua kali.
Hal meringankan hukuman para terdakwa menyesali perbuatannya, sebagian terdakwa belum pernah dihukum dan kerugian negara tidak ada karena para terdakwa telah mengembalikan uang perjalanan dinas yang telah diterima ke kas negara. (WDY)