Jakarta (Antara Bali) - Novel karya sastrawan Indonesia, A.A. Panji Tisna berjudul "Sukreni Gadis Bali" dipentaskan.
Pementasan
yang digelar di Auditorium Galeri Indonesia Kaya, Minggu (31/7),
tersebut menampilkan dialog antar dua orang yang diperankan Reuben
Elishama sebagai Ida Bagus Swamba dan Angelina Arcana sebagai Sukreni
dan disutradarai Wawan Sofwan.
Ida Bagus Swamba dan Sukreni
sebentar lagi akan menikah. Seminggu sebelum hari penikahan mereka,
Sukreni menghilang. Ida Bagus Swamba dengan patah hati mencari Sukreni
kemanapun dan tidak berhasil menemukannya.
Setelah beberapa
waktu, Ida Bagus Swamba bertemu dengan Astaman yang mengetahui
keberadaan Sukreni. Swamba mendatangi Sukreni, meminta jawaban dari
Sukreni, dan Sukreni menceritakan sebuah tragedi pahit yang menimpanya
menjelang hari pernikahan mereka.
Fragmen ini dipilih Sang
sutrada yang akrab dipanggil Kang Wawan itu untuk masuk
mentransformasikan karya sastra ke karya panggung. Fragmen tengah yang
membuat dia bebas menuju fragmen mana pun.
"Saya baca dulu
Sukreni semuanya, terus tiba-tiba curiga ini, mengapa Tisna memilih
Sukreni, dari Sukreni saya terus jalan, dan dapatnya di tengah-tengah,"
kata Kang Wawan kepada ANTARA News, ditemui usai pementasan.
"Ini
pintu masuk saya untuk membicarakan semua, dan ini kan enggak sampai
akhir, ini sampai tengah kemudian dikembalikan ke awal. Dengan begitu,
ruang peristiwa ketika Sukreni menceritakan itu lebih kuat," sambung
dia.
Dengan berbalut busana khas pemuda dan gadis bali Reuben
(Ida Bagus Swamba) dan Angelina (Sukreni) memasuki panggung. Panggung
nampak sederhana dengan sepasang bangku dan sebuah meja kayu menjadi
properti.
Yang unik adalah panggung dibuat lebih menjorok ke
penonton layaknya acara fashion show. "Dengan menggunakan panggung yang
maju itu sebenarnya sudah upaya untuk intim," ujar Kang Wawan.
Tak banyak blocking yang dilakukan para pemain selama pementasan yang kurang lebih berlangsung sekitar 30 menit itu.
Pada
awal cerita Angelina melantai sementara Reuben duduk di bangku. Saat
Sukreni mulai menceritakan tragedi hidupnya, Angelina beralih duduk ke
bangku. Kaget mendengar kisah pilu Sukreni, Reuben berdiri maju ke lidah
panggung disusul Angelina.
Kemudian keduanya kembali duduk. Saat
Swamba mulai bercerita tentang ibu kandung Sukreni, Reuben kembali
berdiri maju. Sukreni yang kaget tersungkur di lantai, kemudian Reuben
ikut duduk di lantai.
Kang Wawan memilih bermain blocking sempit
dengan pergerakan pemain yang bisa dikatakan agak tetap. Hal ini juga
diakui Kang Wawan sebagai upaya untuk lebih intim kepada penonton.
"Ini
kan tentang sejarah mereka, selama ini mereka cari di berbagai tempat
enggak ketemu, ketemunya di ruangan ini, artinya secara simbolik
bagaimana mereka masuk ke nostalgia mereka yang sangat sempit sekali,"
ujar dia.
"Lalu, peristiwa-peristiwa yang mereka alami juga
sempit juga kan, Sukreni diperkosa dalam lingkup ruang yang sempit,
terus mereka bertemu dalam ruang yang sempit," lanjut dia.
Tidak
banyak gesture yang ditampilkan kedua pemain. Begitu pula dengan
intonasi. Hal ini, menurut Kang Wawan, dilakukan untuk memperkuat dialog
antar kedua pemain.
"Saya enggak senang memvisualkan perkosaan,
ini kembali ke budaya lisan kita, menceritakan pengalaman bagi saya
lebih intim," ujar Kang Wawan.
Salah satu kesulitan terbesar
memindahkan karya tulis nulis novel dan cerpen ke dalam karya panggung,
menurut Kang Wawan, adalah masalah ruang.
Bagaimana pun juga, dia
mengatakan, teater memiliki ruang peristiwa yang sangat terbatas. Pasti
ada kesulitan teknis untuk berpindah dari satu peristiwa A yang terjadi
di luar rumah, ke peristiwa B pindah yang terjadi di dalam rumah,
misalnya.
"Karena di dalam karya sastra ruang itu kan banyak
banget ada di outdoor indoor, kemudian satu ruangan pindah ke tempat
yang lain," kata dia.
"Terus bagaimana kita bisa memilih
kira-kira bagaimana si ruang peristiwa itu bisa dipindahkan ke rumah,
atau dipindahkan ke ruang yang tidak terlalu luas," lanjut dia.
Pementasan
tersebut merupayakan salah satu upaya untuk memperkenalkan karya sastra
Indonesia kepada generasi muda. Lebih dari itu, pementasan ini diharap
mampu memicu orang untuk membaca novel.
"Ini baru cuplikannya,
ini baru framing-nya, kalau mau tahu lengkapnya ya baca novelnya. Inilah
salah satu cara bagaimana kita memperkenalkan karya sastra kepada
publik," kata Kang Wawan.
Upaya tersebut tampaknya berhasil,
setidaknya untuk pemeran Ida Bagus Swamba, Reuben. Anak aktris kawakan
Marini dan juga adik dari penyanyi Shelomita itu mengaku jarang membaca
buku.
"Jujur aku jarang baca novel gitu, kurang tertarik membaca, lebih sering menonton film, saya lebih suka menonton," ujar dia.
"Tapi
ada sastra seperti ini jadi tertarik sekarang, ternyata cerita
Indonesia itu bagus-bagus banget, mungkin ini lah momentum pas untuk
bisa lebih mendalami, mempelajari," lanjut dia.
Meski tidak asing
lagi dengan seni peran, aktor dan penyanyi tersebut merasa seni pentas
dan pertunjukan berbeda dengan dunia film, "lebih menantang" sebut dia.
Pertama kali menjajal, dia pun tak ragu untuk kembali melakukannya.
"Artikulasi
harus jelas itu yang paling penting, dan gesture juga beda. Di film
kalau salah bisa "cut", kalau ini enggak ada, jadi benar-benar di-push
agar bisa melakukan dari awal sampai akhir itu sebagus mungkin," kata
Reuben.
Usaha Reuben untuk tampil sempurna dengan berlatih selama
kurang lebih dua minggu, lima kali seminggu, dengan porsi setiap kali
latihan paling sebentar empat jam, mendapat pujian langsung dari cucu
penulis novel A.A. Panji Tisna yang berkesempatan hadir dalam pementasan
tersebut.
"Pemeran laki luar biasa sekali. Saya menonton sangat
terharu sekali, saya sampai mau menangis, pementasan yang sangat
dramatis sekali," ujar dia, usai pementasan.
"Saya sudah
berkali-kali menonton baik dalam sinema yang beberapa kali juga
ditayangkan. Tadi luar biasa, saya apresiasi sekali," tambah dia. (WDY)
Ketika Novel "Sukreni Gadis Bali" Dipentaskan
Senin, 1 Agustus 2016 9:15 WIB