Malang (Antara Bali) - Mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya (UB) Malang, menciptakan alat terobosan baru yang
dinamakan "SANBAV" (Smart Android Bag for Asthma Prevention), yakni tas cerdas pendeteksi kondisi lingkungan sebagai pencegahan bagi penderita asma.
Ketua tim pencipta SANBAV, Muhammad Nur Azis di Malang, Jawa Timur,
Kamis mengemukakan pembuatan alat ini terinspirasi dari permasalahan
penyakit asma yang menyerang generasi muda usia produktif sehingga
menggangu aktivitas mereka.
Berdasarkan penelitian tim, salah satu penyebab utama asma adalah
dari lingkungan yang tidak dapat dideteksi secara langsung. "Makanya
kami mencari solusi dengan mendeteksi kondisi lingkungan melalui alat
yang dibentuk menjadi sebuah tas agar mudah dipakai dan tidak menggangu
pengguna," paparnya.
Tim SANBAV ini terdiri dari Muhammad Nur Azis (Teknik Mesin),
Mohammad Efendi Sofyan (Teknik Mesin), Shofia Medina Samara (Pendidikan
Dokter), Aisyah Nurul Amalia (Pendidikan Dokter), dan Nardo Golan
(Teknik Elektro).
Sementara itu, anggota tim lainnya, Shofia menjelaskan terdapat
empat parameter utama lingkungan yang dapat menyebabkan asma kambuh.
Parameter tersebut antara lain suhu, kelembapan, partikel debu, dan
partikel gas.
"Kebanyakan pencetus asma adalah suhu yang lebih dingin sekitar 20
derajat celcius, khususnya daerah Malang. Selain itu, semakin tinggi
kelembapan akan lebih mudah memunculkan kekambuhan asma, yakni sekitar
60-70 persen kelembapannya," beber mahasiswa angkatan 2013 itu.
Sedangkan untuk faktor gas dan debu, lebih banyak dicetuskan oleh
gas CO2 dan debu berukuran kurang dari 5 mikron yang mencemari
lingkungan. "Jadi sesungguhnya dari pencetus asma sampai asma kambuh ada
beberapa rentang waktu. Di jarak waktu itu pengidap bisa berpindah dari
lingkungan berbahaya atau menggunakan alat prevensi seperti masker dan
inhaler," urainya.
Tas cerdas SANBAV dilengkapi dengan android yang terkoneksi dengan
tas melalui bluetooth. Ketika SANBAV diaktifkan, aplikasi yang terdapat
pada android menampilkan parameter-parameter pencetus asma dengan nilai
tertentu. Aplikasi ini nantinya bisa didapatkan pada PlayStore.
Ketika angka yang ditampilkan pada aplikasi keluar dari parameter
normal, akan muncul sinyal kondisi bahaya dan muncul instruksi kepada
pengguna. Misalnya, pengguna dianjurkan untuk menghindari lokasi ketika
temperatur terlalu rendah ataupun memakai masker ketika lingkungan
terkontaminasi partikel debu.
Dan yang paling penting, lanjutnya, alat ini bisa dikalibrasi
sesuai kebutuhan pengguna karena setiap pengidap asma masing-masing
memiliki riwayat tersendiri. Sementara standar parameter SANBAV diatur
memakai data rata-rata yang paling valid.
"Jadi bisa memasukkan secara manual data parameter pencetus asma
masing-masing individu yang disesuaikan dengan kondisi aktual pengguna.
Jadi alat kita tidak kaku, bisa dikalibrasi menyesuaikan dengan kondisi
pengguna masing-masing," urainya.
Anggota tim lainnya yang bertugas membuat aplikasi, Nardo
menambahkan penyebab asma ada yang bisa dipredikasi dan tidak bisa
diprediksi. Dan, semua itu telah dijelaskan dalam guide book aplikasi SANBAV. Didalamnya juga terdapat literatur lengkap berdasarkan referensi kedokteran yang terbaru dan teraktual.
Proses pembuatan SANBAV melibatkan dosen pembimbing Prof Dr Rudy
Soenoko dibantu dokter spesialis paru, dr Ungky Agus S dan dr Susanti
Djajalaksana. Alat yang diriset sejak 2014 tersebut menghabiskan biaya
sebesar Rp1,5 juta, namun untuk dikomersilkan masih bisa didapatkan
harga yang lebih murah.
"Ke depan rencananya dipasang alarm, voice, dan LCD dengan
harapan ketika tas tidak terkoneksi dengan android masih bisa berfungsi
sebagai peringatan agar pengguna tidak terbatas untuk orang normal,
tetapi orang dengan cacat fisik masih bisa memakai," kata anggota tim
lainnya, Sofyan. (WDY)
Mahasiswa Ciptakan "SANBAV", Tas Penderita Asma
Kamis, 9 Juni 2016 13:26 WIB