Kuta (Antara Bali) - Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan bahwa Indonesia memiliki kontribusi cukup signifikan dalam bisnis tuna dunia dengan sekitar 16 persen total produksi tuna di dunia berasal dari hasil laut Nusantara.
"Indonesia memiliki kontribusi cukup signifikan dalam bisnis tuna dengan mengekspor sekitar 209,410 ton dengan nilai produksi mencapai 768,4 juta dolar AS pada tahun 2013," katanya pada "2nd Bali Tuna Conference dan 5th International Coastal Tuna Business Forum" (ICTBF-5) di Kuta, Kabupaten Badung, Kamis.
Menurut dia, Indonesia pantas diperhitungkan dalam bisnis tuna, data resmi FAO mencatat tahun 2014, kurang lebih 6,8 juta metrik ton tuna dan sejenis tuna ditangkap oleh banyak negara di seluruh dunia.
Indonesia berhasil memasok lebih dari 16 persen total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna, cakalang dan tongkol Indonesia mencapai lebih dari 1,1 juta ton per tahun.
"Tentunya nilai ekonomi dari perdagangan produk perikanan tuna Indonesia ini sangat besar dan menjadi peluang yang terus dimanfaatkan," ucapnya.
Sumber daya ikan tuna, lanjut dia, merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sekaligus telah menjadi primadona produk perikanan dunia, karena sifatnya "highly migratory", maka ekstrasi pemanfaatannya dilakukan oleh banyak negara.
Sebagai salah satu produsen tuna terbesar di dunia, Indonesia menghadapi sejumlah tantangan besar akan dihadapi.
Adanya kenyataan bahwa status pemanfaatan tuna pada saat ini tengah dihadapkan pada kompleksitas permasalahan yang tinggi.
Berdasarkan data FAO, sepertiga stok tuna yang ada saat ini diperkirakan telah ditangkap pada kondisi tidak berkelanjutan secara alamiah.
Sedangkan stok tuna sisanya yang berjumlah 66,7 persen pun telah ditangkap pada kondisi maksimum.
Data stok sumberdaya tuna yang sama, khususnya di bagian barat Samudera Hindia, juga telah mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 30 persen selama beberapa tahun terakhir. Penurunan ini umumnya disebabkan oleh kegiatan pencurian ikan.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Narmoko Prasmadji mengatakan, penangkapan tuna harus memperhatikan keberlanjutan, "tracebility" atau penelusuran untuk mencegah "IUU fishing", dan "accountability" di mana pemanfaatan tuna harus sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab.
Dengan memperhatikan hal tersebut, dunia dapat melihat komitmen Indonesia dalam menjaga habitat tuna.
"Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendukung pengelolaan perikanan sumber daya tuna telah kita miliki. Indonesia telah menjadi anggota penuh RFMO (IOTC, CCSBT, dan WCPFC)," ucapnya.
Selain itu, pemerintah, kata dia, memiliki "Indonesia Tuna Fisheries Management Plan" yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107/Kepmen-Kp/2015 Tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol.
Narmoko melanjutkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) konsisten menjaga habitat tuna, sehingga untuk meningkatkan produksi tuna perlu disusun strategi dalam pengelolaan bisnis tuna dari hulu ke hilir dengan membangun komitmen dan kemitraan yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan tuna nasional, regional, dan internasional untuk menarik pasar dunia. (WDY)