Amlapura (Antara Bali) - Sidang tiga kasus pencurian benda sakral (pretima) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, Kabupaten Karangasem, Senin, di antaranya mendengarkan kesaksian pemangku.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ketut Kasna Dedi dan Cok Dian Permana, menghadirkan saksi yang terdiri dari "krama pengempon" atau warga pemuja, "kelian" ketua adat serta pemimpin upacara ritual (pemangku) pura yang benda sakral-nya sempat dibobol oleh terdakwa.
Di hadapan majelis hakim yang dipimpin I Wayan Merta, JPU Ketut Kasna Dedi dan Cok Dian Permana menghadirkan terdakwa I Komang Gede Pariana alias Roko alias Apel, dengan mendengarkan kesaksian Jro Mangku Jenar, salah seorang pemangku dan I Ketut Darmadi, dari Pura Bukit Panti, Kecamatan Muncan.
Kesaksian kedua "pengempon" pura tersebut tidak dibantah oleh terdakwa. Rencananya, pada sidang berikutnya minggu depan JPU juga menghadirkan penadah barang curian tersebut yakni Gusti Lanang Sidemen sebagai saksi.
"Minggu depan kami akan mengajukan saksi mahkota (terdakwa berkas terpisah), yakni penadah barang curian," ujar JPU Ketut Kasna Dedi.
Sementara itu gembong pencurian "pretima" Gusti Putu Oka Riyadi alias Gung Tabanan alias Gung Jaya dan Wayan Eka Putra alias Surung alias Astra juga disidangkan oleh majelis hakim yang diketuai Made Yuliada, SH.
JPU dalam sidang tersebut menampilkan sepuluh saksi dari lima pura yang pretima-nya sempat dibobol terdakwa. Namun, yang diperiksa dalam sidang kali ini baru enam saksi, karena empat saksi lainnya pulang mendahului sebelum sidang dimulai.
Empat orang yang urung memberikan keterangan yakni dari "pengempon" Pura Puseh Bukit Panti dan saksi "pengempon" Pura Dadia Dalem Pering, Selat.
Saksi dari "pengempon" Pura Penataran Pande, Meranggi I Wayan Seribek (kelian) dan Wayan Subagia (pengempon) mengaku, pretima pura baru diketahui hilang pada Agustus 2008 saat Tumpek Kuningan.
"Pintu kami lihat terbuka dan setelah diteliti benda sakral yang disimpan sudah hilang, berupa dua buah pretima, dua buah keris luk 5 dan luk 3, sebuah arca batu dan uang 'kepeng' asli sebanyak 4.000 keping," katanya.
Pemangku Pura Puseh Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, Dewa Made Mangku dan salah seorang prajuru (pengurus) adat setempat, I Nengah Murda mengatakan "pretima" di Pura Puseh Pesaban diketahui hilang saat melakukan kegiatan gotong royong kebersihan di pura.
Saat itu, benda yang disakralkan oleh warga "pengempon" Pura Puseh Pesaban yang hilang berupa dua buah "pertima Ida Betara Lingsir", 12 pucuk bungan emas dan 1.000 uang kepeng.
"Saat petugas di Polda Bali kami ditunjukkan uang kepeng, namun jumlahnya sudah tidak sama," katanya dihadapan majelis hakim.
Sementara itu kelian Pura Dadia Penataran Pande Kanginan, Peringalot, Pande Made Yasa dan Kadus Wayan Astawa juga bersaksi dalam kasus pencurian pretima yang terjadi di pura dadia tersebut.
Diduga, kerugian materi yang ditanggung warga sekitar Rp 800 juta. Adapun benda sakral yang dicuri Gung Riyadi Cs berupa enam buah keris, empat gelang emas, enam gelang perak, tiga cincin, 14 pucuk bunga emas, sejumlah prerai dari emas dan perak, dua pengawin (tah besar), uang kepeng 6.600, sangku, petirtaandan sejumlah benda sacral lainnya.
Dalam keterangannya, semua saksi mengatakan, nilai kerugian yang diakibatkan oleh terdakwa tidak terhitung.
"Nilai kesakralan dari benda tersebut tidak bisa kami tentukan," ujarnya kompak.
Atas keterangan semua saksi, terdakwa yang tanpa didampingi pengacara mengaku sama sekali tidak keberatan.
Terdakwa Apel yang hanya ikut beraksi di satu lokasi, dijerat dengan pasal 362 KUHP.
Sementara gembongnya dijerat pasal 26 UU RI No. 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 (1) KUHP.(*)